Mendorong Inklusi Jaminan Sosial bagi Pekerja Informal
- Julio Trisaputra-tvOne
Pertama, minimnya literasi jaminan sosial. Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2022 menunjukkan tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 49,68%. Angka ini meningkat dibanding 2019, tetapi masih rendah. Pekerja informal, khususnya di pedesaan, sering kali bahkan tidak mengetahui bahwa mereka memiliki hak untuk dilindungi.
Kedua, penghasilan yang tidak tetap membuat iuran dipandang sebagai beban. Seorang petani hanya memperoleh penghasilan saat panen, sementara nelayan bergantung pada musim dan cuaca. Bagi mereka, membayar iuran rutin bulanan bisa terasa berat.
Ketiga, belum ada skema subsidi yang masif dan berkesinambungan sebagaimana dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Banyak pekerja informal akhirnya hanya memiliki perlindungan kesehatan, tetapi tidak terlindungi dari risiko kecelakaan kerja, cacat, atau kehilangan pendapatan.
Kondisi ini sejatinya sesuai dengan temuan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dalam Recommendation No. 204 on the Transition from the Informal to the Formal Economy (2015). ILO menegaskan bahwa pekerja informal sering terjebak dalam apa yang disebut “missing middle”: mereka tidak cukup miskin untuk menerima bantuan penuh, tetapi juga tidak cukup stabil untuk mandiri membayar iuran jaminan sosial.
Risiko Kemiskinan Baru
Urgensi menghadirkan jaminan sosial bagi pekerja informal tidak bisa ditunda. Risiko kehilangan pendapatan akibat sakit, kecelakaan, atau kematian bukan hanya menimpa individu, tetapi juga mengguncang stabilitas keluarga dan masyarakat.
Bank Dunia (2022) mencatat, keluarga pekerja informal sangat rentan jatuh miskin kembali, bahkan setelah sempat naik kelas secara ekonomi. Tanpa perlindungan sosial, satu peristiwa tragis dapat menghapus capaian pembangunan manusia selama bertahun-tahun.
Selain itu, ketiadaan perlindungan sosial berpotensi menciptakan ketidakstabilan sosial yang lebih luas. Pekerja informal yang kehilangan penghasilan tanpa jaring pengaman cenderung bergantung pada bantuan sosial darurat, yang membebani fiskal negara.
Dengan kata lain, memperluas jaminan sosial bagi pekerja informal bukan hanya urusan keadilan sosial, tetapi juga strategi pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Peta Jalan yang Menjanjikan
Dalam konteks ini, hadirnya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2023 tentang Peta Jalan Jaminan Sosial menjadi angin segar.
Perpres ini menegaskan visi pemerintah untuk mewujudkan jaminan sosial yang berkualitas, inklusif, dan berkelanjutan. Program yang dirancang mencakup jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, hingga jaminan kehilangan pekerjaan.
Load more