Dolar AS Tembus Rp16.911, Analis Ungkap Masa Depan Rupiah Imbas Perang Dagang
- istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Rabu (9/4/2025), melemah 20 poin atau 0,21 persen menjadi Rp16.911 per dolar AS.
Analis Bank Woori Saudara Rully Nova menilai, pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi pemberlakuan tarif impor tambahan sebesar 50 persen dari Amerika Serikat (AS) terhadap barang-barang dari China.
“Pengenaan tarif 100 persen lebih (secara total 104 persen) terhadap China akan memukul nilai tukar emerging market, termasuk rupiah,” ungkapnya, Rabu (9/4/2025).
Ancaman tarif tambahan dari AS ini dilakukan setelah Negeri Tirai Bambu mengenakan tarif timbal balik sebesar 34 persen terhadap produk AS.
Presiden AS Donald Trump telah mengancam China apabila tak membatalkan kenaikan tarif sebesar 34 persen, maka AS mengenakan tarif tambahan sebesar 50 persen pada negara tersebut pada hari ini.
Selain itu, semua pembicaraan dengan China terkait permintaan pertemuan mereka dengan AS akan dihentikan.
Pemberlakuan tarif 34 persen dari China merupakan respons dari tarif timbal balik AS terhadap Beijing yang memberikan tarif sebesar 34 persen juga.
Secara keseluruhan, tarif pemerintah AS terhadap barang impor dari China mencapai 104 persen yang terdiri dari bea tambahan impor sebesar 20 persen, tarif resiprokal 34 persen, dan tarif tambahan pada hari ini sebesar 50 persen.
Sebagai respon atas tarif tambahan dari Amerika, China mengatakan bahwa apa yang dilakukan Trump tidak berdasar dan merupakan praktik khas intimidasi sepihak.
Karena itu, China akan memberikan tindakan balasan dengan tujuan melindungi kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan negara.
Juru Bicara Kementerian Perdagangan China menegaskan akan berjuang hingga akhir jika pihak bertekad menempuh jalan yang salah dengan memberikan tarif tambahan.
Kendati terjadi perang dagang, Rully menilai pelemahan kurs rupiah tak terlalu dalam seiring intervensi Bank Indonesia (BI) sejak Selasa (8/4) di pasar spot dan pasar Non-Deliverable Forward (NDF) domestik maupun offshore.
“Dalam jangka pendek, rupiah masih dalam tekanan oleh isu resesi ekonomi dampak dari perang tarif. Dalam jangka menengah, rupiah berpeluang menguat seiring dengan perkembangan negosiasi mengenai tarif dengan Presiden Trump,” kata dia. (ant/nba)
Load more