Istri kok Cari Nafkah sampai Gajinya Dimakan Suami yang Tak Mau Kerja, Memangnya Boleh? Justru Ustaz Abdul Somad Bilang...
- Tangkapan layar YouTube Ustadz Abdul Somad Official
tvOnenews.com - Ustaz Abdul Somad menguraikan hukum bagi suami malas kerja sampai istri yang mencari uang dalam kehidupan rumah tangganya.
Ustaz Abdul Somad sering mendengar rumah tangga yang kodratnya terbalik bahwa istri harus kerja banting tulang mencari nafkah untuk rumah tangganya, namun suami hanya berdiam diri menikmati gaji di rumah.
Dalam agama Islam, Ustaz Abdul Somad (UAS) menjelaskan kewajiban seorang suami harus kerja mencari nafkah untuk istri dan anak-anaknya sebagaimana bentuk mewujudkan kepala rumah tangga yang baik.
"Kewajiban suami ada lima yakni, pakan, pakai, tempat tinggal, pendidikan dan perhatian," ujar UAS disadur dari kanal YouTube Ustadz Abdul Somad Official, Sabtu (30/11/2024).
Bahwasanya Allah SWT menetapkan seorang suami mempunyai kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan sebagaimana menafkahi keluarganya.
- Istockphoto
Seorang laki-laki telah berstatus suami masuk dalam keadaan sighat ta'liq karena telah membentuk suatu perjanjian secara tertulis selepas melakukan akad nikah.
Perjanjian tertulis ini memiliki isi sebagaimana seorang suami harus memberikan perlindungan kepada hak-hak istri sejak melakukan pernikahan.
Aturan perjanjian tertulis tersebut juga telah berlaku sejak ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
Anjuran suami memberikan nafkah kepada istri dan keluarganya dijelaskan dalam salah satu hadits riwayat, Rasulullah SAW bersabda:
"Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu." (HR. Bukhari Nomor 56)
Kondisi seorang istri melakukan tugas di rumah dan suami bekerja cari nafkah juga dijelaskan dalam dalil Al Quran dari Surat Al Baqarah Ayat 233, Allah SWT berfirman:
وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ ۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗوَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
Artinya: "Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya. Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. Ahli waris pun seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya. Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Baqarah, 2:233)
Namun, ada kala seorang suami sama sekali tidak melakukan tugas utamanya selain menuntun keluarga menjadi orang beriman, yakni tak memberikan nafkah.
Dalam hadits riwayat lainnya menjelaskan bahayanya suami tidak memenuhi kewajibannya untuk bekerja, Rasulullah SAW bersabda:
"Cukuplah seseorang itu dikatakan berdosa jika menahan makan (upah dan sebagainya) orang yang menjadi tanggungannya." (HR. Muslim)
UAS menerangkan dalam Surat At Thalaq Ayat 6 menerangkan hak-hak istri harus dipenuhi baik kebutuhan perawatan, makan, minum dan lain-lain agar tetap hidup.
Meski demikian, penceramah kondang asal Sumatera ini mengulas kewajiban ini berbanding terbalik jika seorang istri banting tulang sampai memberikan gaji kepada suaminya.
"Di dalam gaji suami terdapat hak-hak istri untuk bisa dinafkahi, sedangkan pada gaji istri sama sekali tidak ada hak seorang suami di dalamnya," jelasnya.
Sebagai penjelasannya mengapa gaji istri tidak menjadi hak bagi suami, UAS menerangkan pendapat dari Syekh Abdullah bin Abdur Rahmah al Jibrin.
Syekh Abdullah menjelaskan tentang harta para suami perihal gaji dan warisan dari mereka.
Ada persyaratan harus dipenuhi oleh para suami apabila menggunakan gaji dari istrinya yang bekerja. Pendapat ini mengacu ada kebolehan wanita bekerja untuk menafkahi keluarganya.
Apa saja persyaratannya? UAS menjelaskan gaji dari seorang istri bisa dimanfaatkan oleh suami apabila dari pihak perempuan ikhlas dan memberikannya dengan tulus hati.
Menurutnya, ada nilai sedekah dari seorang istri untuk suami dan keluarga kecilnya. Meski mereka mendapat anjuran untuk mengurus rumah tangganya jika mengacu dalam ajaran agama Islam.
Namun begitu, UAS menyarankan agar keduanya tetap bekerja sebagai bentuk memenuhi dan memakmurkan rumah tangganya.
"Tetapi menjadi istri yang bermoral maka alangkah baiknya untuk meminta izin dengan nada yang lemah lembut," pungkasnya.
(hap)
Load more