Sistem Kerja Mitra adalah Perbudakan Modern? KSPI Ungkap Kasus Miris di BUMN Pos Indonesia: Penindasan yang Dilegalkan Negara
- Dok. PosIND
Namun, besaran nominal dan dasar penghitungannya dinilai tidak layak dan kurang transparan.
Sebab, tak sedikit para pekerja Pos yang hanya mendapat BHR dengan nominal puluhan ribu rupiah saja.
"Sempat kawan-kawan kemarin mendapatkan BHR, tapi hitungannya juga tidak jelas, dipotong denda segala macam, dendanya pun tidak jelas bagaimana, bahkan ada yang hanya dapat Rp50.000. Jelang lebaran lima puluh ribu itu saya kira keterlaluan," terangnya.
Di sisi lain, Presiden Federasi Serikat Pekerja Aspek Indonesia, Abdul Gofur, mendesak agar PT Pos Indonesia untuk lebih memanusiakan karyawannya.
Minimal, mereka diberikan kepastian kerja dengan diangkat menjadi karyawan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) agar lebih mendapatkan kepastian.
"Kami minta PT Pos Indonesia manajemen dan direksinya mengubah status kerja teman-teman kemitraan menjadi PKWT dimana ada yang namanya hak-hak normatif disitu yang pertama jam kerja yang normal, layak, dan manusiawi," ujar Gofur, dilansir Selasa (25/3/2025).
Gofur menambahkan, sistem pengupahan bagi pekerja mitra PT Pos Indonesia juga dinilai tidak transparan.
Pasalnya, kinerja mereka hanya dihargai sebesar Rp2.300 per paket hantaran dan tidak pernah mendapatkan jaminan apapun, termasuk BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan hak cuti.
Padahal, mereka diminta kerja kejar target jam kerja 200 jam per bulan.
"Padahal kerja-kerja mereka itu sangat rentan, sangat berisiko di jalan, tapi PT Pos Indonesia tidak menjamin, tidak melindungi pekerjanya," imbuh Gofur.
Sampai berita ini tayang, pihak PT Pos Indonesia (PosIND) masih belum memberikan respons atas apa yang diungkap KSPI, Partai Buruh, dan Serikat Pekerja Mitra Pos Indonesia (SPMPI). (rpi)
Load more