Narasi Oplosan dan Korupsi Kuadriliun: Membaca Ulang Followership Publik, Citra Pertamina, dan Pembuktian Kerugian Negara dalam Kasus Tata Kelola Migas
- Istimewa
Adapun Emotional Resonance Effect menjelaskan mengapa suatu pesan atau narasi dapat mulus diterima dan disebarluaskan, yakni sebab memiliki kaitan erat (beresonansi) dengan kondisi psikologis, emosional, atau pengalaman kolektif yang dialami masyarakat.
Pesan yang membangkitkan emosi kuat, seperti amarah, frustrasi, atau dendam—sebagaimana narasi "BBM oplosan" yang menipu rakyat—akan jauh lebih menarik perhatian, mudah dipercaya, dan cepat menyebar dibanding pesan lain yang lebih logis.
Pada konteks kasus Pertamina, narasi yang menyerang elit atau Pemerintah (Pertamina bagian dari Pemerintah) dan mengklaim adanya kerugian masif dapat memvalidasi rasa frustrasi masyarakat terhadap kondisi ekonomi serta ketidakadilan sosial.
Konsep ini erat kaitannya dengan Penularan Emosi (Emotional Contagion) dalam psikologi massa. Studi klasik tentang perilaku kelompok oleh Le Bon (1895) dalam tulisan "The Crowd: A Study of Popular Mind" menunjukkan bagaimana emosi yang intens mendominasi logika rasional dalam perilaku kolektif.
Dengan begitu, ketika emosi tersulut, maka narasi yang paling memicu sentimen —bukan yang paling akurat—lah yang mendominasi ruang publik. Ini menjelaskan mengapa tuduhan "Oplosan dan Korupsi Kuadriliun" memiliki kekuatan defamasi yang masif dan bertahan lama. Sukses merongrong brand image Pertamax serta citra Pertamina, sebagaimana tercatat di berbagai pemberitaan media sepanjang periode Maret–Mei 2025.
Narasi miring lain seperti Pertamina tiap tahun selalu merugi misalnya, akan mudah terpatahkan bila logika rasional mendominasi perilaku kolektif dengan mengetahui informasi data kontribusi Pertamina terhadap APBN (dividen, pajak, PNBP) dimana rata-rata pertahunnya mencapai diatas Rp 200 triliun.
Peran strategis Pertamina dalam mendistribusikan BBM subsidi kepada masyarakat luas dan menjaga stabilitas harga energi nasional sangatlah penting didalami oleh pemikiran kolektif publik agar berbagai simpul masyarakat memahami bahwa tuduhan sembarangan tak hanya merusak citra, namun juga berpotensi mengancam kepercayaan investor/stake holder dan keberlanjutan pelayanan energi nasional.
KEBEBASAN NETIZEN DAN TANGGUNGJAWAB FOLLOWERSHIP
Emotional Contagion dalam narasi "oplosan" dan "kuadriliun" memicu rasa frustrasi, ketidakadilan, dan kemarahan terhadap elit (anti-elitism). Emosi negatif ini menyebar cepat (contagious) di masyarakat dan netizen sebagai pelaku aktif media sosial (medsos).
Load more