Pemilihan Umum
- tim tvonenews
Namun, berikhtiar mencoblos dengan bertanya pada hati nurani setelah sebelumnya membaca visi misi jadi pilihan yang tak mudah bagi rakyat kebanyakan sekarang.
Ikhtiar sederhana untuk merawat Indonesia itu bisa berhadapan dengan sinisme publik. Apalagi ketika kita berada di zaman banyak orang mengeluhkan nilai-nilai demokrasi yang semakin defisit, ada kekuatan yang tak seimbang antara kubu pemerintah dan barisan oposisi pada sisi masyarakat sipil.
Belum lagi keluhan kebebasan menyatakan pendapat yang dibatasi oleh laporan-laporan pada polisi oleh barisan pendukung dan pendengung elit politik.
Inilah zaman yang disebut “demokrasi wani piro”. Setiap suara adalah barang dagangan, partai politik adalah komoditas. Kita punya banyak istilah untuk praktik politik uang: sedekah, mahar, serangan fajar hingga oli pembangunan.
Pada kampanye lalu misalnya, agar mendapat cipratan duit lebih efektif dari tim sukses calon presiden dan caleg. Sebab, rakyat sebagai pemilik suara mulai sadar, hanya dalam ritual lima tahun inilah mereka dihitung, nama mereka dibicarakan, rumah mereka didatangi, wajah mereka disapa, tangan mereka dijabat.
Yang salah adalah proses ini lalu diperjualbelikan, ditransaksikan. Ada istilah jual putus, seseorang membeli lalu punya hak untuk berbuat apapun pada apa yang diperdagangkan.
Sebaliknya, si penjualnya tak memiliki lagi kuasa untuk membatalkan atau mengkoreksi perilaku pembeli. Apa yang terjadi dengan kampanye caleg di pelosok-pelosok desa dan di pinggiran-pinggiran kota adalah praktek jual putus suara semacam itu. Konon, caleg dan timses capres menggelontorkan uang hingga miliaran rupiah untuk memperoleh suara.
Pemilu jadi pasar raksasa, tempat pesertanya diikat hubungan pragmatis penjaja dan pembeli.
Yang terjadi berikutnya setelah hari pencoblosan juga tak kalah bacinnya. Koalisi antar parpol untuk membentuk pemerintahan disusun berdasarkan tawar menawar pada kubu yang tadinya lawan politik. Semua negosiasi baru terjadi bukan karena persamaan program ataupun ideologi, tapi hampir sepenuhnya dengan pertimbangan saya atau siapa dapat jabatan apa.
Dengan ini fungsi kontrol parlemen ingin dirubuhkan, pengawasan coba dihentikan agar pihak pemenang bisa leluasa membangun dan ‘menikmati’ kue kemenangan. Dengan kata lain, koalisi parpol adalah antrean panjang untuk bagi bagi kekayaan negara.
Load more