PP 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan Berpotensi Perlambat Pertumbuhan Industri
- Istimewa
Investor, menurut Saleh, cenderung menunda keputusan investasi atau mengalihkan modal ke sektor maupun wilayah dengan struktur biaya yang dinilai lebih stabil dan prediktabel.
Jika kondisi ini berlanjut, laju pembentukan modal tetap bruto (PMTB) disektor manufaktur
dapat melambat. Dalam jangka menengah, perlambatan investasi tersebut berisiko menurunkan potensi pertumbuhan industri non migas, terutama jika tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja dan adopsi teknologi yang lebih efisien.
Di sisi lain, Saleh mengakui kebijakan pengupahan ini juga berpotensi mendorong pertumbuhan dari sisi permintaan melalui peningkatan daya beli pekerja industri.
Namun, efek positif tersebut dinilai bersifat bertahap dan tidak langsung. Sebaliknya, dampak kenaikan biaya produksi akibat penyesuaian upah minimum dirasakan secara lebih cepat dan langsung oleh pelaku industri.
“Akibatnya, dalam jangka pendek, efek bersih terhadap pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas berpotensi moderat hingga cenderung menahan laju pertumbuhan, terutama pada subsektor yang berorientasi ekspor dan menghadapi persaingan global yang ketat,” ujar Saleh.
Kadin menilai agar PP Pengupahan dapat berjalan seimbang antara kepentingan pekerja dan
keberlanjutan industri, pemerintah perlu melengkapinya dengan kebijakan pendukung yang kuat.
Kebijakan tersebut antara lain mencakup peningkatan produktivitas tenaga kerja melalui
pelatihan dan vokasi, pemberian insentif investasi industri, serta penguatan rantai pasok
domestik agar biaya produksi dapat ditekan.
“Tanpa langkah-langkah pendukung tersebut, industri pengolahan non migas berisiko kehilangan momentum pertumbuhan, padahal sektor ini sangat krusial untuk penciptaan lapangan kerja dan penguatan struktur ekonomi nasional,” tegas Saleh.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Presiden RI, Prabowo Subianto telah menandatangani PP Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan pada 17 Desember 2025. Aturan ini merupakan Perubahan Kedua atas PP Nomor 36 Tahun 2021 dan menjadi dasar penetapan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2026.
Melalui PP tersebut, pemerintah memperkenalkan formula baru penetapan upah minimum,
yakni inflasi + (pertumbuhan ekonomi × alfa) dengan rentang alfa 0,5 hingga 0,9.
Pemerintah menilai formula ini sebagai bentuk komitmen menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/2023 serta upaya menyeimbangkan kepentingan pekerja dan dunia usaha.
PP Pengupahan juga mengatur kewajiban gubernur untuk menetapkan UMP dan dapat menetapkan UMK, serta mewajibkan penetapan upah minimum sektoral provinsi dan kabupaten/kota.
Load more