- Kolase Tvonenews.com
Berani Lamar Istri Orang, Soekarno Sampai Minta Izin ke Haji Sanusi untuk Menikahi Istrinya
tvOnenews.com - Kisah asmara Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, tak lepas dari lika-liku dramatis yang penuh dengan keberanian dan tekad kuat.
Salah satu bab menarik dari kehidupan pribadinya adalah perjalanannya bersama Inggit Garnasih, perempuan yang pernah menjadi ibu kosnya dan kemudian menjadi istri keduanya.
Namun, cerita cinta mereka tidak biasa—karena saat itu, Inggit masih berstatus istri sah dari seorang tokoh pergerakan bernama Haji Sanusi.
Seperti apa kisah lengkapnya? Simak di bawah ini.
- Kolase tvOnenews.com
Awal Pertemuan di Bandung
Perjumpaan Soekarno dengan Inggit Garnasih terjadi saat ia menempuh pendidikan di Technische Hoogeschool te Bandoeng (kini ITB).
Inggit kala itu adalah ibu kos muda berusia 33 tahun, sedangkan Soekarno baru menginjak usia 21 tahun.
Seiring waktu, intensitas pertemuan menumbuhkan benih-benih cinta.
Inggit bukan hanya menjadi penyemangat dan pendengar setia bagi Soekarno, tetapi juga merawat dan mendukungnya layaknya seorang ibu.
Cinta Terlarang yang Diperjuangkan
- ANTARA
Yang membuat kisah ini unik adalah status pernikahan masing-masing.
Inggit masih menjadi istri Haji Sanusi, seorang pengusaha sekaligus aktivis Sarekat Islam, sementara Soekarno masih terikat dalam pernikahan dengan Siti Oetari, putri dari tokoh pergerakan HOS Tjokroaminoto.
Meski pernikahan Soekarno dengan Oetari lebih bersifat simbolis, sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga gurunya, perpisahan tetap harus dilakukan secara sah.
Keberanian Soekarno pun muncul. Ia langsung meminta izin kepada Haji Sanusi untuk menikahi istrinya.
Hubungan yang terlalu dekat antara Soekarno dan Inggit bahkan sempat diceritakan oleh Inggit sendiri kepada suaminya.
Menyadari rumah tangganya sudah di ujung tanduk karena kesibukannya dan jarangnya berada di rumah, Haji Sanusi akhirnya merelakan Inggit untuk dinikahi oleh Soekarno.
Pernikahan yang Penuh Perjuangan
Pernikahan Soekarno dan Inggit disahkan pada 24 Maret 1923 melalui surat terangan kawin bernomor 1138, dengan materai 15 sen, ditulis dalam bahasa Sunda.
Bersama Inggit, Soekarno menapaki masa-masa tersulitnya. Dari penahanan di Penjara Banceuy dan Sukamiskin, hingga pengasingan ke Ende dan Bengkulu, Inggit tak pernah meninggalkannya, sebagaimana dituliskan dalam buku berjudul "Bung Karno Panglima Revolusi" karya Peter Kasenda terbitan 2014.