tvOnenews.com - Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan ibadah, salah satunya adalah menjalankan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Namun, dalam kondisi tertentu, Islam memberikan keringanan bagi umatnya yang mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadah puasa, termasuk bagi mereka yang sedang dalam perjalanan atau mudik. Lalu, apakah boleh membatalkan puasa saat mudik? Berikut jawaban Ustaz Adi Hidayat (UAH) berdasarkan dalil dan fatwa yang ada.
Mudik atau pulang kampung saat bulan Ramadan jelang Lebaran Idul Fitri atau memang satu tradisi yang dilakukan oleh banyak umat Muslim, terutama di Indonesia. Namun, perjalanan jauh selama mudik sering kali menimbulkan pertanyaan tentang hukum batalnya puasa.
Hal ini karena, dalam Islam, orang yang sedang bepergian (musafir) diberikan rukhsah (keringanan) untuk tidak berpuasa. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Al-Qur’an:
ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
"Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (QS. Al-Baqarah: 185)
Lalu bagaimana ketentuan terkait puasa bagi pemudik dan kondisi yang membolehkan seseorang berbuka puasa selama perjalanan?
Ustaz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan bahwa memang ada hukum orang yang membatalkan puasa karena dalam perjalanan mudik.
“Jadi kalau Anda bepergian melebihi 80 km, maka itu disebut dengan safar. Maka berlaku hukum qashar dalam shalat,” ungkap UAH melalui ceramahnya yang diunggah di kanal YouTubenya.
Selain jarak tempuh saat mudik, tingkat kesulitan dalam perjalanan juga menjadi pertimbangan ketika umat Islam diperbolehkan tidak berpuasa.
Tingkat kesulitan tersebut diukur apabila seorang muslim merasakan kesulitan ketika menjalankan ibadah puasa, seperti tubuh melemah karena panasnya sinar matahari di jalan, maka diperbolehkan untuk membatalkan puasa.
Lalu, bagaimana jika mengalami hal seperti itu?
Kemudian, Ustaz Adi Hidayat menceritakan tentang kisah Nabi Muhammad SAW ketika bertemu dengan seorang muslim yang sedang berpuasa dan beristirahat di bawah pohon palem.
“Dalam sebuah riwayat dijelaskan ada seseorang menjalankan satu perjalanan dan tiba-tiba dia kelelahan lalu duduk di bawah satu naungan pohon,” ujar UAH.
Nabi Muhammad SAW kemudian datang kepadanya dengan bertanya mengapa ia seperti itu. Orang yang melakukan perjalanan tersebut kemudian memberitahu pada Nabi bahwa dirinya sedang berpuasa.
Rasulullah SAW mengungkapkan tidak baik apabila seseorang berpuasa dalam keadaan safar. Atas dasar tersebut, para ulama membolehkan seseorang dalam keadaan safar untuk membatalkan puasa.
Namun, berbeda kondisi bila seseorang yang melakukan perjalanan jauh tapi tetap merasa nyaman dan tak mengalami kesulitan.
“Jika Anda bepergian misal ke Semarang jaraknya jauh tapi menggunakan pesawat, artinya Anda nyaman itu tidak boleh batal puasa,” jelas UAH.
Maka seseorang yang tetap menjalankan puasa akan mendapatkan dua pahala sekaligus, yaitu pahala menjalankan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan serta menikmati kesabaran.
Sebaliknya, apabila seseorang membatalkan puasanya saat melakukan perjalanan mudik, maka wajib baginya untuk mengganti puasa tersebut di lain hari atau yang disebut Qadha.
Membatalkan puasa saat mudik atau safar tentu ada ketentuan. Berikut syarat seorang Muslim boleh membatalkan puasa selama mudik Lebaran.
Jarak Perjalanan yang Memungkinkan Keringanan
Mayoritas ulama menetapkan bahwa jarak yang membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa adalah sekitar 80-85 km. Jika seseorang melakukan perjalanan sejauh ini atau lebih, maka ia dikategorikan sebagai musafir dan diperbolehkan berbuka.
Tingkat Kesulitan dalam Perjalanan
Jika perjalanan mudik menyebabkan kesulitan atau membahayakan kesehatan, maka lebih baik mengambil keringanan dengan tidak berpuasa. Sebaliknya, jika perjalanan terasa ringan dan tidak mengganggu kondisi tubuh, maka melanjutkan puasa lebih utama.
Niat Puasa dan Keputusan Berbuka
Seorang musafir yang sudah berniat puasa sejak subuh tetapi kemudian merasa berat di tengah perjalanan boleh berbuka. Namun, sebaiknya ia menahan diri untuk tidak langsung membatalkan puasa tanpa alasan yang jelas.
Bagi mereka yang tidak berpuasa karena mudik, diwajibkan untuk mengganti puasa di lain hari setelah Ramadan sebelum datangnya Ramadan berikutnya. Cara menggantinya cukup dengan berpuasa sesuai jumlah hari yang ditinggalkan tanpa harus membayar fidyah, kecuali jika seseorang menunda penggantiannya hingga lewat satu tahun tanpa alasan yang syar’i.
Itulah penjelasan mengenai hukum membatalkan puasa saat mudik. Semoga artikel ini bermanfaat dan disarankan bertanya langsung kepada ulama atau ahli agama Islam.
Wallahu’alam bishawab
(put)
Load more