Bolehkah Seorang Muslim Memelihara Anjing? Ini Penjelasan dari Sudut Pandang Fiqih
- pixabay/ZigmarsBerzins
Jakarta, tvOnenews.com - Anjing adalah salah satu hewan yang banyak dijadikan peliharaan oleh manusia.
Kecerdasan dan sifatnya yang setia kerap membuat setiap orang senang kepada anjing.
Namun, dalam agama Islam, anjing merupakan hewan yang sering dijauhi oleh umat Muslim.
Hal ini karena air liur anjing yang bersifat najis.
Bolehkah Seorang Muslim Memelihara Anjing? Ini Penjelasan dari Sudut Pandang Fiqih (Sumber: ANTARA)
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW dengan tegas mengatakan mengenai larangan memelihara anjing.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW, bersabda, “Barangsiapa memelihara anjing, maka setiap hari amalnya berkurang satu qirath, kecuali anjing penjaga tanaman dan ternak.” (Hadits Bukhari)
Hadits tersebut dikutip tvOnenews.com dari buku Ringkasan Shahih Bukhari karya M. Nashiruddin Al-Albani, nomor hadits 1084, bab ke-3.
Dari hadits tersebut, ada perbedaan pendapat di antara ulama soal hukum seorang Muslim dalam memelihara anjing.
Berikut penjelasannya, yang dikutip tvOnenews.com dari Kementerian Agama (Kemenag).
Mazhab Syafi’i
![]()
Bolehkah Seorang Muslim Memelihara Anjing? Ini Penjelasan dari Sudut Pandang Fiqih (Sumber: freepik/wirestock)
Para ulama mazhab syafi’i menarik kesimpulan bahwa seorang Muslim haram memelihara anjing tanpa hajat tertentu.
Imam Nawawi menjelaskan bahwa seorang Muslim hanya boleh memelihara anjing untuk sejumlah keperluan.
وأما اقتناء الكلاب فمذهبنا أنه يحرم اقتناء الكلب بغير حاجة ويجوز اقتناؤه للصيد وللزرع وللماشية وهل يجوز لحفظ الدور والدروب ونحوها فيه وجهان أحدهما لا يجوز لظواهر الأحاديث فإنها مصرحة بالنهى الا لزرع أو صيد أو ماشية وأصحها يجوز قياسا على الثلاثة عملا بالعلة المفهومة من الاحاديث وهى الحاجة
“Adapun memelihara anjing tanpa hajat tertentu dalam madzhab kami adalah haram. Sedangkan memeliharanya untuk berburu, menjaga tanaman, atau menjaga ternak, boleh. Sementara ulama kami berbeda pendapat perihal memelihara anjing untuk jaga rumah, gerbang, atau lainnya. Pendapat pertama menyatakan tidak boleh dengan pertimbangan tekstual hadits. Hadits itu menyatakan larangan itu secara lugas kecuali untuk jaga tanaman, perburuan, dan jaga ternak. Pendapat kedua (ini lebih shahih) membolehkan dengan memakai qiyas atas tiga hajat tadi berdasarkan illat yang dipahami dari hadits tersebut, yaitu hajat tertentu,” (Imam An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, [Beirut, Mu’assasatul Qurtubah: 1994 M/1414 H], cetakan VIII, juz X, halaman 340).
Load more