Bolehkah Seorang Muslim Memelihara Anjing? Ini Penjelasan dari Sudut Pandang Fiqih
- pixabay/ZigmarsBerzins
Mazhab Maliki
![]()
Bolehkah Seorang Muslim Memelihara Anjing? Ini Penjelasan dari Sudut Pandang Fiqih (Sumber: istockphoto)
Sementara Imam Malik menyatakan bahwa seorang Muslim diperbolehkan memelihara anjing untuk berbagai keperluan.
Hal ini sebagaimana diungkap oleh Ibnu Abdil Barr, seorang ulama mazhab Maliki.
وأجاز مالك اقتناء الكلاب للزرع والصيد والماشية وكان بن عمر لا يجيز اتخاذ الكلب إلا للصيد والماشية خاصة ووقف عندما سمع ولم يبلغه ما روى أبو هريرة وسفيان بن أبي زهير وبن مغفل وغيرهم في ذلك
“Imam Malik membolehkan pemeliharaan anjing untuk jaga tanaman, perburuan, dan jaga hewan ternak. Sahabat Ibnu Umar tidak membolehkan pemeliharaan anjing kecuali untuk berburu dan menjaga hewan ternak. Ia berhenti ketika mendengar dan hadits riwayat Abu Hurairah, Sufyan bin Abu Zuhair, Ibnu Mughaffal, dan selain mereka terkait ini tidak sampai kepadanya” (Ibnu Abdil Barr, Al-Istidzkar Al-Jami‘ li Madzahibi Fuqaha’il Amshar, [Halab-Kairo Darul Wagha dan Beirut, Daru Qutaibah: 1993 M/1414 H], cetakan I, juz XXVII, halaman 193).
Menurut Ibnu Abdil Barr, pemeliharaan anjing tidak diharamkan.
Adapun “larangan” Rasulullah SAW dikatakan bersifat makruh.
Sedangkan pengurangan pahala yang dimaksud dalam hadits di atas hanyalah bersifat preventif, sebagaimana keterangan berikut ini.
وفي هذا الحديث دليل على أن اتخاذ الكلاب ليس بمحرم وإن كان ذلك الاتخاذ لغير الزرع والضرع والصيد لأن قوله من اتخذ كلبا - [ أو اقتنى كلبا ] لا يغني عنه زرعا ولا ضرعا ولا اتخذه للصيد نقص من أجره كل يوم قيراط يدل على الإباحة لا على التحريم لأن المحرمات لا يقال فيها من فعل هذا نقص من عمله أو من أجره كذا بل ينهى عنه لئلا يواقع المطيع شيئا منها. وإنما يدل ذلك اللفظ على الكراهة لا على التحريم والله أعلم
“Pada hadits ini terdapat dalil bahwa memelihara anjing haram sekalipun bukan untuk kepentingan jaga tanaman, ternak perah, dan berburu. Maksud redaksi hadits ‘Siapa saja yang menjadikan anjing’ atau ‘memelihara anjing’ bukan untuk jaga tanaman, jaga ternak perah, atau berburu maka akan berkurang pahalanya sebanyak satu qirath, menunjukkan kebolehan bukan pengharaman. Pasalnya, pengharaman tidak bisa ditarik dari pernyataan, ‘Siapa yang melakukan ini, maka akan berkurang amalnya atau pahalanya sekian.’ Larangan itu dimaksudkan agar Muslim yang taat tidak jatuh di dalamnya. Lafal ini menunjukkan larangan makruh, bukan haram. Wallahu a‘lam,” (Ibnu Abdil Barr, Al-Istidzkar Al-Jami‘..., halaman 193-194).
Load more