Inilah Sosok Trio Tersangka Skandal Kredit Sritex Rp3,5 Triliun yang Rugikan Negara Rp692 Miliar
- Kejagung RI
-
Bank Jateng: Rp395,6 miliar
-
Bank BJB: Rp543,9 miliar
-
Bank DKI: Rp149 miliar
-
Sindikasi (BNI, BRI, LPEI): ±Rp2,5 triliun
Selain itu, Sritex juga diketahui menerima pinjaman dari 20 bank swasta lainnya, yang kini sedang dalam tahap pendalaman penyidikan.
Dana Tak Sesuai Tujuan, Kredit Jadi Jerat
Ironisnya, dana triliunan rupiah tersebut tidak digunakan untuk kepentingan produktif seperti modal kerja. Justru, digunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif. Parahnya, status kredit tersebut kini macet dengan kolektibilitas 5, dan aset yang tersedia tak mampu menutupi nilai kerugian negara.
Peringkat Buruk, Tapi Kredit Lancar?
Hasil penilaian lembaga pemeringkat internasional seperti Fitch dan Moody’s menempatkan Sritex di level BB-, artinya berisiko tinggi gagal bayar.
Namun, kredit tanpa jaminan tetap dicairkan oleh Bank BJB dan Bank DKI, melanggar prosedur dan prinsip kehati-hatian perbankan. Kredit tanpa jaminan seharusnya hanya diberikan kepada debitur dengan peringkat minimal A.
Dari Cuan ke Tekor Triliunan
Pada tahun 2020, Sritex mencatatkan laba bersih sebesar USD 85,32 juta atau sekitar Rp1,24 triliun. Namun, tahun berikutnya, laporan keuangan menunjukkan kerugian raksasa mencapai USD 1,08 miliar atau Rp15,66 triliun, mempertegas gejolak finansial yang dialami perusahaan.
Pasal yang Dilanggar dan Status Penahanan
Ketiga tersangka ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari pertama, sejak 21 Mei 2025. Mereka dijerat dengan:
Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kredit Jumbo, Jebakan Maut
Kasus ini jadi alarm keras bagi industri keuangan nasional. Penyaluran kredit yang tidak profesional, apalagi beraroma kongkalikong, bisa berujung bencana. Skandal Sritex adalah bukti nyata bagaimana kerentanan tata kelola keuangan bisa menggerus kepercayaan publik.
Kini, publik menanti langkah lanjutan Kejaksaan Agung dalam menelusuri aliran dana dan kemungkinan keterlibatan pihak lain. Karena korupsi bukan sekadar soal angka, tapi menyangkut masa depan ekonomi bangsa. (nsp)
Load more