"Ada kekhawatiran bahwa BUMN Karya menjadi beban bagi Danantara karena tumpukan utang mereka, belum lagi potensi kasus hukum dan korupsi yang belum terungkap," lanjut Harry.
Lebih jauh, ia juga mengkritisi struktur organisasi Danantara yang memiliki banyak direktur pelaksana dengan profil tinggi, yang berpotensi memperumit pengambilan keputusan.
"Mengenai tim baru, ini tidak biasa, memiliki begitu banyak direktur pelaksana terkenal yang bekerja di bawah CEO-CFO-COO yang juga berprofil tinggi. Siapa yang akan benar-benar membuat persetujuan akhir pada ukuran pembelian investasi? Menempatkan tim yang besar pada tahap awal tanpa budaya perusahaan yang mapan tentu akan menjadi tantangan tersendiri," ujar Harry Su.
"Para anggota tim akan membutuhkan waktu untuk mengenal satu sama lain, berkolaborasi, dan bersinergi sebelum dapat mengambil keputusan keuangan yang tepat, bebas dari kepentingan pribadi," pungkasnya.
Melihat berbagai tantangan yang dipaparkan pelaku pasar, maka para investor tampaknya masih akan menunggu langkah konkret dari Danantara dalam mengelola dana investasi serta membuktikan independensi mereka dari kepentingan politik.
Untuk memastikan tata kelola yang transparan dan akuntabel, Danantara menghadirkan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana, Ketua BPK Isma Yatun, Kapolri Listyo Sigit, dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam Komite Pengawasan dan Akuntabilitas.
Dewan Pengawas Danantara:
Load more