Aturan Hukum Ganti Rugi Lahan: Mengapa Dana Mat Solar Masih Tertahan?
- ANTARA
Jakarta, tvOnenews.com - Kasus ganti rugi lahan yang menimpa aktor senior Mat Solar menjadi sorotan publik. Lahan seluas 1.300 meter persegi milik Mat Solar yang digunakan untuk proyek Tol Serpong-Cinere sejak tahun 2018 hingga kini belum juga dibayarkan sepenuhnya karena terkendala sengketa kepemilikan.
Meskipun nilai ganti rugi telah ditetapkan sebesar Rp3,3 miliar atau sekitar Rp2,54 juta per meter persegi, proses pencairan dana masih tertahan di pengadilan melalui mekanisme konsinyasi.
Lantas, bagaimana sebenarnya aturan hukum yang mengatur ganti rugi lahan ini dan mengapa pembayaran kepada Mat Solar terhambat?
Dasar Hukum Ganti Rugi Lahan
Pemberian ganti rugi atas pembebasan tanah untuk kepentingan umum diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan.
Regulasi ini menjadi dasar hukum untuk memastikan hak pemilik lahan terlindungi dan proses pembebasan lahan berjalan sesuai aturan. Beberapa dasar hukum yang mengatur kasus ini antara lain:
-
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
Undang-undang ini mengatur prinsip, tujuan, dan mekanisme pengadaan tanah untuk kepentingan umum, termasuk kewajiban memberikan ganti rugi yang layak dan adil kepada pemilik lahan. -
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2021
PP ini menjelaskan proses pengadaan tanah, termasuk cara menghitung nilai ganti rugi dan prosedur jika terjadi sengketa kepemilikan melalui konsinyasi. -
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2023
Perubahan atas PP No. 19/2021 ini mempertegas mekanisme pembayaran dan penyelesaian sengketa dalam proses pengadaan tanah.
Secara hukum, posisi Mat Solar cukup kuat karena seluruh proses pengadaan lahan dan perhitungan ganti rugi telah memiliki dasar yang jelas. Namun, masalahnya terletak pada mekanisme pelaksanaan akibat sengketa kepemilikan.
Kronologi Kasus Mat Solar: Miliaran Rupiah Tertahan di Pengadilan
Permasalahan yang dihadapi Mat Solar bermula sejak lahan miliknya seluas 1.300 meter persegi digunakan untuk proyek Tol Serpong-Cinere pada tahun 2018. Nilai ganti rugi yang ditetapkan sebesar Rp3,3 miliar atau sekitar Rp2,54 juta per meter persegi sebenarnya sudah disetujui oleh pihak terkait.
Namun, proses pembayaran tertunda karena muncul sengketa kepemilikan. Dalam situasi seperti ini, mekanisme konsinyasi menjadi jalan keluar yang dipilih oleh PT Jasa Marga selaku pihak yang memerlukan lahan.
Akibatnya, dana ganti rugi sebesar Rp3,3 miliar itu dititipkan di pengadilan, menunggu keputusan hukum yang berkekuatan tetap untuk menentukan siapa yang berhak menerima dana tersebut.
Mekanisme Konsinyasi
Konsinyasi adalah prosedur hukum di mana pihak yang memerlukan lahan (dalam hal ini PT Jasa Marga) menitipkan dana ganti rugi ke pengadilan karena adanya:
-
Sengketa kepemilikan
-
Ketidakjelasan siapa yang berhak menerima ganti rugi
-
Ketidakcocokan terkait nilai atau besaran ganti rugi
Alur Konsinyasi:
-
Penilai independen menetapkan harga lahan.
-
Jika pemilik lahan menolak atau ada sengketa, dana ganti rugi dititipkan ke pengadilan.
-
Pengadilan memutuskan siapa yang berhak menerima dana tersebut.
-
Setelah keputusan berkekuatan hukum tetap, dana ganti rugi dicairkan kepada pihak yang berhak.
Dalam kasus Mat Solar, proses ini menjadi penghalang utama karena pengadilan belum memberikan putusan final terkait sengketa kepemilikan lahan tersebut.
Nilai ganti rugi sebesar Rp3,3 miliar dihitung berdasarkan ketentuan dalam Pasal 33 PP No. 19 Tahun 2021. Rinciannya adalah sebagai berikut:
-
Harga tanah → 85% × Rp3,3 miliar → Rp2,805 miliar
-
Kerugian non-materiil → 3% × Rp3,3 miliar → Rp99 juta
-
Bonus pelepasan hak → 4% × Rp3,3 miliar → Rp132 juta
-
Kerugian relokasi → 3% × Rp3,3 miliar → Rp99 juta
Total perkiraan = Rp3,135 miliar → Nilai ini mendekati ganti rugi yang diajukan sebesar Rp3,3 miliar karena adanya kemungkinan tambahan kompensasi atau pembulatan.
Perkembangan terbaru dalam kasus ini menunjukkan bahwa tekanan politik dan desakan publik mulai meningkat. Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka, telah meminta PT Jasa Marga untuk menyelesaikan pembayaran sebelum Lebaran 2025.
Direktur Utama PT Jasa Marga, Subakti Syukur, juga telah menyatakan bahwa pembayaran akan segera diproses setelah ada putusan final dari pengadilan. Dengan kata lain, nasib ganti rugi Mat Solar kini sepenuhnya bergantung pada putusan pengadilan terkait sengketa kepemilikan.
Namun, dengan wafatnya Mat Solar, proses hukum kini akan beralih kepada ahli warisnya. Pengadilan perlu meninjau ulang pihak yang berhak menerima dana tersebut.
Jika keputusan final dari pengadilan telah keluar, maka PT Jasa Marga berkewajiban untuk segera mencairkan dana ganti rugi tersebut kepada ahli waris Mat Solar. (nsp)
Load more