Menurutnya, langkah ini melanggar standar akuntansi yang berlaku dan dapat berimplikasi serius pada kualitas laporan keuangan OJK.
“Kalau pendapatan dan beban 2022 dicatat 2023 melanggar standar akuntansi, maka harus dilakukan penyesuaian oleh OJK atas LK OJK 2022 (restatement) dan menyesuaikan LK 2023, jadi OJK harus melakukan restatement jika ingin memperoleh opini ‘Wajar Tanpa Pengecualian’,” tegas Rizky.
Selain itu, Rizky mengingatkan bahwa ketidakpatuhan terhadap standar akuntansi bisa berakibat langsung pada kepercayaan publik terhadap OJK dan kinerja keuangannya.
Menurutnya, transparansi dan akuntabilitas dalam pencatatan keuangan lembaga sebesar OJK sangat krusial, karena berpotensi menghindarkan negara dari kerugian yang signifikan.
Pasalnya, ini bukan sekadar masalah teknis akuntansi, tetapi menyangkut potensi kerugian negara. Jika laporan keuangan OJK tidak transparan dan tidak akurat, maka dampaknya bisa meluas pada stabilitas sektor keuangan dan kepercayaan publik.
Berdasarkan IHPS Semester I Tahun 2024, BPK mencatat bahwa aset dan liabilitas OJK masing-masing tercatat sebesar Rp11,98 triliun dan Rp3,49 triliun per 31 Desember 2023, sementara pendapatan dan beban untuk tahun 2023 masing-masing dilaporkan sebesar Rp8,26 triliun dan Rp7,26 triliun.
Namun, BPK menegaskan bahwa belum ada bukti yang cukup untuk menilai dampak dari kebijakan rahasia OJK terhadap nilai aset, liabilitas, pendapatan, dan beban.
Load more