Seminar Nasional, Universitas Muhammadiyah Malang Angkat Tema Sinkronisasi dan Harmonisasi RUU Kejaksaan dan RUU KUHAP
- edi cahyono
Namun, dalam RUU KUHAP Pasal 6, disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat pegawai negeri yang ditunjuk secara khusus menurut undang-undang tertentu yang diberi kewenangan melakukan penyidikan.
“Pernyataan ini membuka peluang bagi jaksa untuk melakukan penyidikan di luar institusi Polri, yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan,” ujar Aulia, menyoroti kemungkinan konflik kewenangan antara kejaksaan dan kepolisian.
Aulia kemudian melanjutkan dengan pertanyaan kedua, "Apakah pemberian kewenangan kepada jaksa untuk menerima laporan masyarakat dan melakukan penyidikan berpotensi melemahkan sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia?"
Menanggapi kedua pertanyaan tersebut, Prof. Deni SB Yuherawan dengan tegas menyatakan yang dirugikan bukan hanya penyidik atau jaksa, tetapi sistem peradilan pidana secara keseluruhan.
“Implikasi dari kewenangan ini, kita tahu persis dampak yuridisnya. Yang dirugikan bukan hanya penyidik atau jaksa, tetapi sistem peradilan pidana secara keseluruhan. Hak asasi manusia bisa terganggu karena persoalan kewenangan yang tidak jelas," kata Prof. Deni.
Menurutnya, hukum haruslah clear dan precise, yakni jelas, tepat, dan akurat. Kewenangan harus dibatasi dengan jelas, tanpa adanya ambigu.
“Hidup ini, semua orang mengerti bahwa legalitas hukum itu harus jelas dan tepat. Kewenangan itu harus limitatif, karena kalau tidak, kita justru akan terjebak dalam perebutan kewenangan yang tak jelas arah tujuannya,” tambah Prof. Deni.
Lebih lanjut, Prof. Deni menekankan bahwa kewenangan dalam sistem hukum Indonesia harus diberikan dengan penuh kehati-hatian. Ia mengkhawatirkan bahwa jika kewenangan tidak dibatasi dengan jelas, peradaban bangsa bisa terganggu.
“Jangan biarkan kewenangan kemana-mana. Kalau satu, ya satu. Jangan ada frasa ‘dan lain-lain' yang membuat kewenangan itu kabur dan tidak terarah,” tegasnya.
Prof. Deni juga mengkritik sejumlah kelemahan dalam KUHAP Nasional yang berlaku sejak era Orde Baru, yang menurutnya masih banyak celah.
"Kalau kita sudah berpikir dengan matang dan benar, siapapun yang menjadi begawan hukum nanti, seyogyanya itu harus didukung oleh DPR RI. RUU tersebut harus benar-benar didalami sebelum disahkan," paparnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya membedakan tindak pidana yang masuk dalam peradilan umum dan peradilan militer karena tidak semua tindak pidana terkait dengan koneksitas peradilan.
Load more