ADVERTISEMENT
Advertnative
Istilah Lombanan sejatinya sama sekali tidak memiliki arti perlombaan, melainkan kegiatan menyusuri Sungai Tayu menggunakan perahu hingga ke muara lalu kembali ke Kawedanan sebagai bentuk refreshing dan syukuran setelah Lebaran Idul Fitri.
Oleh karena itu, salah satu daya tarik kemeriahan dalam acara ini adalah kegiatan wisata susur Sungai Tayu menggunakan perahu-perahu nelayan.
"Setiap habis Lebaran, bertepatan dengan tradisi Jawa bodo alit atau bodo kupat (Lebaran Ketupat), masyarakat menyembelih kerbau dan melarung sesaji ke muara. Itu dilakukan setiap tahun," ungkapnya.
Perhitungan waktu pelaksanaan pun mengacu pada kalender Jawa Aboge. Tahun ini, 'bodo kecil' jatuh pada hari Selasa.
Sebelum diarak dan dilarung, sesaji telah disemayamkan semalaman di rumah Kepala Desa.
Setibanya di TPI, ratusan warga menggelar doa bersama untuk memohon keselamatan serta limpahan rejeki kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tak lama berselang, sesaji yang telah dihias dengan janur dan dilengkapi aneka makanan, diarak menuju perahu nelayan untuk prosesi selanjutnya, yakni prosesi pelarungan di tiga titik Sungai Tayu dengan sesaji berbeda.
“Jam setengah tujuh pagi, kami mengadakan ritual mayoran dengan ayam putih mulus, kepala kambing, dan berbagai sesaji lain yang dilabuhkan ke bagian barat Sungai Tayu hingga ke muara,” jelasnya lagi.
Tahun ini, perayaan Lomban Kupatan terasa jauh lebih semarak. Tak hanya masyarakat sekitar, pengunjung dari berbagai daerah yang hadir juga jauh lebih banyak.
Sebanyak 21 tim karnaval ikut memeriahkan suasana, ditambah stan kuliner UMKM, parade drum band, dan hiburan musik yang disiapkan secara swadaya oleh warga dan kelompok nelayan.
Load more