Hingga saya menemukan makna belajar dan sekolah ketika membaca buku Pedagogy of The Oppressed karya Paulo Freire (diterjemahkan dan diterbitkan dengan kualitas sangat baik oleh LP3ES jadi Pendidikan Kaum Tertindas). Buku ini mengajarkan saya bahwa pengetahuan hanya bisa lahir lewat penemuan penemuan ulang, melalui pencarian manusia yang senantiasa gelisah penuh pertanyaan tentang dunia.
Membaca buku buku karya Paulo Freire atau Deschooling Society-nya Ivan Illich misalnya lalu mengasah daya kritis saya saat mahasiswa. Suntuk membaca, saya pun terangsang menulis. Membaca dan menulis ternyata sebuah kegiatan dalam satu tarikan nafas. Ia sebuah kesatuan.
Bahkan saya terprovokasi untuk menulis paradigma pembebasan dalam pendidikan di Indonesia berdasarkan karya karya Paulo Freire untuk skripsi yang saya susun. Saya sangat menikmati proses menulis skripsi ini yang lalu meskipun diganjar apresiasi yang tidak cukup baik dari pembimbing skripsi di kampus karena terlalu keluar dari pakem kurikulum saat itu. Tapi tidak apa, bagi saya inilah proses pendidikan yang sebenarnya: egaliter, membebaskan, mencerdaskan.
Demikian, pada akhirnya keputusan menghapus skripsi sebagai syarat kelulusan buahnya nanti akan terlihat satu generasi ke depan dan saya kembali teringat Sosrokartono dan generasinya.
(Ecep Suwardaniyasa Muslimin)
Load more