Pendidikan
- tim tvonenews
Saya ingat, dalam film Kartini yang disutradarai Hanung Bramantyo, Sosrokartono divisualkan sebagai teladan bagi RA Kartini. Dalam satu adegan, ---Sosrokartono dimainkan dengan sangat baik oleh Reza Rahadian, Kartini (dimainkan Dian Sastro) membuka lemari kuno yang berisi berbagai buku tebal. Dari buku buku warisan Sosrokartono inilah Kartini memahami dunia.
Sosrokartono adalah produk pendidikan Hindia Belanda yang mewajibkan kegiatan membaca dan menulis sejak dini. Ketika itu siswa sekolah menengah Algemene Middelbare School (AMS) sudah pasti menguasai empat bahasa (Jerman, Inggris, Prancis dan Belanda) dan membaca minimal 25 karya sastra dunia, dari Perang dan Damai-nya Leo Tolstoy hingga Hamlet-nya William Shakespeare.
Maka ketika Kemendikbud Ristek Nadiem Makarim menerbitkan aturan Permendikbud Ristek No 53/2023 soal skripsi tak lagi diwajibkan sebagai syarat mahasiswa S1 untuk lulus dari perguruan tinggi–karena dianggap terlalu membebani kelulusan mahasiswa–bagi saya kebijakan ini seperti kepala yang gatal, sementara kaki yang digaruk.
(Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Sumber: ANTARA)
Kenapa mahasiswa kesulitan menulis dan mengungkapkan pikiran pikirannya secara terstruktur dan logis lewat saat menulis skripsi? Pangkal soalnya adalah terpinggirkannya pelajaran membaca dan mengarang di sekolah menengah. Harusnya ini lah yang dibenahi, bukannya menghapuskan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan.
Sastrawan Taufiq Ismail pernah mengadakan penelitian soal pengajaran bahasa dan sastra di sekolah kita yang tak mengajarkan siswa membaca buku. Dalam penelitian terungkap pelajaran bahasa dan sastra kita di sekolah menengah sangat didominasi pengajaran tata bahasa.
Akibatnya, setiap siswa kita yang telah lulus SMA tak memiliki pengalaman membaca satu buku sastra pun. Siswa kita tumbuh dengan kondisi rabun sastra. Tak memiliki kecakapan menulis dan membaca. “Pengajaran sastra kita nol buku,” ujar Taufiq Ismail saat itu.
Kemunduran ini terjadi sejak 1950-an ketika kemerdekaan kita diakui Belanda dan kurikulum pendidikan bahasa dan sastra era Hindia Belanda diubah jadi lebih berat ke aspek tata bahasa.
Tak heran jika Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah memberikan sebuah data yang murung.
Load more