Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKS Iskan Lubis dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akibat aksi dirinya yang walk out di Rapat Paripurna ke-11 kemarin.
Dia dilaporkan oleh Muhammad Azhari selaku masyarakat sipil. Azhari datang ke MKD dengan membawa alat bukti berupa berita media online dan dokumen berisi pendapat fraksi PKS terhadap RKUHP pada 24 November 2022.
"Saya menduga bahwa ada kode etik yang dilanggar Pak Iskan Qolba Lubis sebagai anggota DPR. Oleh karenanya saya melaporkan ke MKD ini untuk ditinjau lebih jauh terkait sesuai atau tidak," kata Iskan di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (7/12/2022).
Dia berharap laporan itu bisa ditindaklanjuti oleh MKD agar Iskan Lubis disidangkan. Azhari menilai sikap Iskan itu melanggar kode etik di rapat.
"Kemarin kan dari pimpinan sidang, Pak Sufmi Dasco kan bilang sudah menyetujui. Akan tetapi, Pak Iskan Qolba Lubis kan menyanggah itu. Padahal itu sudah sebuah kesepakatan dari fraksinya," ungkapnya.
Lebih lanjut, Azhari mengatakan sikap Iskan itu tidak sesuai dengan apa yang disampaikan ketika rapat.
Diberitakan sebelumnya, Iskan Qolba Lubis memastikan dirinya akan menggugat dua pasal karet KUHP, yakni 240 dan 218, ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota Komisi VIII DPR ini menegaskan gugatan itu akan diajukan secara pribadi bukan dari Fraksinya. Dia mengajukan judicial review atas sikap politik pribadinya. Sebab, PKS kalah suara dalam Rapat Pembicaraan RKUHP Tingkat I di Komisi III DPR.
"Sebagai pribadi boleh karena sudah punya legal standing. Karena saya enggak setuju kan. Nah, itu salah satu legal standingnya," kata Iskan di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa (6/12/2022).
Dia mengungkapkan dirinya juga akan membahas terkait judicial review ini di fraksi.
Dia menolak dua pasal yang dianggap sebagai pasal karet. Pertama, Pasal 240 yang mengatur tentang penghinaan terhadap pemerintah. Kedua, Pasal 218 tentang penghinaan kepada Presiden.
"Ini akan mematikan demokrasi dan mematikan perjuangan mahasiswa. Nanti juga wartawan tidak bebas ngomong karena ini menjadi pasal karet dan Indonesia berubah dari negara hukum menjadi semacam monarki," kata Iskan.
Adapun Pasal 240 dijelaskan bahwa setiap orang yang menghina pemerintah atau lembaga negara secara lisan maupun tulisan di muka umum, dapat dipenjara maksimal 1 tahun 6 bulan atau denda kategori II.
Namun, jika hal itu menyebabkan kerusuhan di masyarakat maka dipenjara maksimal 3 tahun atau denda kategori IV. Pasal ini bersifat delik aduan.
Kemudian, Pasal 218 dijelaskan setiap orang yang menyerang kehormatan atau harkat martabat presiden dan wakil presiden di muka umum, dipenjara maksimal 3 tahun atau denda kategori IV. Pasal ini bersifat delik aduan.
"Ini kan pasal nanti yang akan menjadi pasal karet. Lalu tentang presiden, lembaga negara itu boleh dikritik, kan itu pelayan rakyat. Misalnya mengatakan di sini tidak ada pelayanan rakyat, lalu dia dipidana. Lalu apa gunanya bernegara?" ujar Iskan. (saa/ree)
Load more