Prabowo Berikan Rehabilitasi kepada Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi, Pakar Hukum Bongkar Perbedaan Rehabilitasi, Abolisi dan Amnesti
- Reno Ensir-Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Keputusan Presiden RI Prabowo Subianto menerbitkan surat rehabilitasi bagi eks Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry Ira Puspadewi beserta dua mantan pejabat ASDP lainnya kembali membuka perdebatan soal penggunaan hak prerogatif presiden dalam perkara pidana.
Dua pakar hukum, yakni Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana dan Pakar Hukum Pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan turut menerangkan perbedaan fundamental antara rehabilitasi, abolisi, dan amnesti di tengah ramainya keputusan ini.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad sebelumnya mengumumkan bahwa Presiden telah menandatangani surat rehabilitasi tersebut pada Selasa (25/11/2025).
“Presiden RI Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat Rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” kata Dasco.
Keputusan ini lahir setelah DPR menerima banyak masukan publik terkait penanganan perkara Nomor: 68/PISUS/DPK/2025 yang menyeret Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Tjaksono.
Masukan itu kemudian dirangkum dalam sebuah kajian Komisi Hukum DPR dan disampaikan kepada pemerintah.
Guru Besar Hukum UI Hikmahanto Juwana menjelaskan perbedaan mendasar antara tiga kewenangan presiden tersebut.
“Abolisi itu kayak pengampunan. Jadi Presiden punya hak untuk menghapuskan proses hukum ataupun pidana. Sehingga dia bisa tidak dilanjutkan proses hukum itu,” ujarnya saat dihubungi tvOnenews.com, Rabu (26/11/2025).
Sementara rehabilitasi berbeda karena bukan menghapus proses pidana, tetapi memulihkan nama baik seseorang.
“Nah, sebenarnya kalau rehabilitasi, pemulihan, pemulihan nama baik orang itu. Karena dianggap oh itu orang sebenarnya bukan dia yang melakukannya atau harusnya pasal yang dikenakan enggak seperti itu,” jelasnya.
Ketika ditanya apakah Ira Puspadewi tetap harus menjalani tuntutan hukum, Hikmahanto menegaskan tidak perlu menjalani hukuman.
“Ya kalau sudah abolisi amnesti ataupun rehabilitasi dia enggak menjalankan itu. Enggak menjalankan hukuman,” terangnya.
Namun, ia menekankan bahwa rehabilitasi idealnya diberikan setelah proses hukum selesai di tingkat banding dan kasasi.
“Iya karena dianggap bahwa ini ada aturan yang salah. Tapi kalau menurut saya aturan yang salah itu harusnya diperiksa dulu di Pengadilan Tinggi, di Mahkamah Agung. Enggak langsung di Pengadilan Negeri langsung dikasih rehabilitasi ini,” ujarnya.
Hikmahanto juga mengingatkan potensi munculnya kesan intervensi Presiden terhadap proses hukum yang belum tuntas.
Pakar Hukum Pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan memperjelas makna rehabilitasi dari perspektif pidana.
“Rehabilitasi artinya mengembalikan harkat dan martabat pada kedudukan yang semula. Artinya kesalahan yang sudah ditetapkan dalam putusan dianulir,” tegasnya.
Dengan demikian, menurut Agustinus, hak-hak ketiga terpidana otomatis dipulihkan karena negara mengakui adanya kekeliruan dalam penetapan kesalahan.
Sementara itu, amnesti merupakan bentuk pengampunan dari kepala negara (presiden) kepada seseorang atau sekelompok orang yang terlibat dalam tindak pidana tertentu, terutama yang berkaitan dengan persoalan politik atau sosial.
Ketiga pejabat ASDP itu sebelumnya divonis terkait keputusan bisnis akuisisi PT Jembatan Nusantara pada 2019–2022.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai keputusan tersebut menyebabkan kerugian negara, sementara sejumlah ahli menilai perkara itu lebih tepat dikategorikan sebagai risiko investasi, bukan tindak pidana korupsi.
Perlu diketahui, Prabowo pernah memberikan amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto serta abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong.
Pemberian amnesti kepada Hasto dilakukan setelah pertimbangan pemerintah dan kajian atas aspek-aspek hukum yang dinilai tidak proporsional dalam perkara yang menjeratnya.
Sementara itu, Tom Lembong menerima abolisi dari Presiden Prabowo, yang pada praktiknya menghentikan proses hukum terhadap dirinya. (agr/nsi)
Load more