MK Soroti Pasal Kontroversial di UU TNI, Panglima Dinilai Masih Bisa “Cawe-Cawe” di Jabatan Sipil Jika…
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menyoroti sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dianggap menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan potensi penyalahgunaan jabatan.
Dalam sidang uji materi yang digelar Kamis (9/10/2025) di Jakarta, Ketua MK Suhartoyo menyoroti pasal yang dinilai membuka celah bagi Panglima TNI untuk tetap ikut mengatur jabatan sipil yang diduduki oleh prajurit aktif.
Sidang yang dihadiri oleh Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan Taufanto itu membahas tiga perkara sekaligus, yakni Nomor 68/PUU-XXIII/2025, 82/PUU-XXIII/2025, dan 92/PUU-XXIII/2025. Ketiga perkara tersebut menyoal ketentuan dalam UU TNI yang dianggap tidak selaras dengan prinsip supremasi sipil dan dapat menimbulkan dwifungsi militer dalam birokrasi pemerintahan.
Salah satu fokus perdebatan adalah Pasal 47 UU TNI. Dalam ayat (2), disebutkan bahwa prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil di luar 14 kementerian atau lembaga wajib mengundurkan diri dari dinas aktif. Namun di ayat (5), pembinaan karier bagi prajurit yang menjabat posisi tertentu justru tetap di bawah kendali Panglima TNI.
“Ini bagaimana Panglima masih bisa cawe-cawe kalau prajurit harus mundur saat menjabat posisi sipil?” tanya Suhartoyo dalam sidang pleno. Ia menilai ada kontradiksi dalam pasal tersebut yang bisa menimbulkan tumpang tindih antara fungsi militer dan sipil.
Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej) menegaskan bahwa ayat-ayat tersebut tidak saling bertentangan. Ia menjelaskan, pembinaan Panglima hanya berlaku bagi jabatan tertentu yang secara hukum tetap terikat pada sistem militer, seperti posisi Jaksa Agung Muda Pidana Militer di Kejaksaan Agung.
“Untuk jabatan itu, tetap membutuhkan arahan Panglima karena hukum pidana militer memiliki karakteristik tersendiri dan tidak bisa sepenuhnya lepas dari struktur TNI,” jelas Eddy.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto menekankan bahwa pengaturan dalam UU TNI bertujuan menjaga keselarasan antara tugas militer dan fungsi pemerintahan. Menurutnya, keterlibatan TNI di jabatan tertentu bukan bentuk campur tangan, melainkan penyesuaian atas kebutuhan kelembagaan baru pasca-revisi UU TNI tahun 2004.
Load more