Soal MK Putuskan Pemilu 2029 Tak Lagi Serentak, Ketua Fraksi Golkar DPR: DPR Bisa Buat UU Baru
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Sarmuji angkat bicara soal Mahkamah Konstitusi (MK) putuskan Pemilu nasional dan daerah tahun 2029 dipisah atau tak lagi serentak. Menurutnya keputusan MK itu sifatnya final dan mengikat.
“Meskipun ya banyak orang masih bertanya-tanya kenapa MK memutuskan hal seperti itu. Tetapi apapun itu final dan mengikat,” kata Sarmuji, di DPP Partai Golkar, Sabtu (28/6).
Lebih lanjut, Sarmuji mengungkapkan, walaupun putusan final dan mengikat, hal itu tidak menutup DPR untuk membuat Undang-Undang yang menyesuaikan keputusan MK atau membuat yang baru, tetapi tidak mengganggu hasil keputusan MK.
“Yang final dan mengikat atas keputusan MK itu adalah objek dari gugatan tersebut. Itu tidak menghalangi DPR untuk membuat UU yang mungkin saja bisa menyesuaikan dengan keputusan MK itu atau membuat UU yang relatif baru, poin-poin baru, asalkan tidak, bukan sesuatu yang menjadi objek gugatan MK kemarin,” terang Sarmuji.
Sementara itu, Sarmuji menyebutkan, nantinya jika DPR membuat Undang-Undang yang baru, tentunya juga akan dilakukan judicial review (JR).
“Tetapi nanti kalau pemilihannya tidak berlangsung seperti saat ini, kan misalkan DPR membuat UU yang tidak seperti sekarang itu kan sesuatu yang dibolehkan oleh MK, tentu nanti pasti akan ada yang juga men-JR. Tetapi semua kemungkinan masih terbuka, dan DPR siap untuk membahasnya,” tegas Sarmuji.
Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilu nasional dan daerah dipisah dengan jeda waktu paling lambat 2 tahun atau paling cepat 2 tahun 6 bulan.
Adapun pemilu nasional ini meliputi pemilihan anggota DPR, DPD serta presiden dan wakil presiden.
Sementara itu, pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota serta kepala dan wakil daerah.
Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti. (ars/dpi)
Load more