Soal Pengalihan Suara Nazaruddin Kiemas ke Harun Masiku, Hasto Kristiyanto Sebut PDIP...
- tvOnenews.com/Julio
Jakarta, tvOnenews.com - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengungkap kerugian yang dialami PDI Perjuangan saat pemilihan umum (pemilu) 2019 lalu, perihal peralihan suara milik Nazaruddin Kiemas ke Harun Masiku.
Hal ini disampaikan Hasto dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memeriksa Hasto terkait proses pengesahan suara dan keputusan partai dalam menangani permasalahan pengalihan suara calon legislatif (caleg) almarhum Nazaruddin Kiemas pada Pemilu 2019 di Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) 1.
- Rika Pangesti/tvOnenews.com
Dalam keterangannya, Hasto menjelaskan bahwa pada Pemilu 17 April 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil rekapitulasi suara caleg PDIP di Dapil Sumsel 1, di mana suara almarhum Nazaruddin Kiemas dinyatakan nol.
Keputusan ini diambil KPU berdasarkan rapat pleno terbuka pada 21 Mei 2019, dengan alasan Nazaruddin Kiemas telah meninggal dunia sebelum pelaksanaan pemilu.
Menurut peraturan KPU, suara caleg yang meninggal dunia seharusnya dialihkan ke partai, namun dalam praktiknya, banyak suara Nazaruddin Kiemas yang hilang, sehingga dianggap merugikan PDIP.
Hasto menyebutkan bahwa informasi mengenai pengesahan nol suara Nazaruddin Kiemas diperoleh dari laporan Badan Saksi Pemilu Nasional (PSBN) PDIP, yang dipaparkan oleh Arief Wibowo dan Doni Tri Istiqomah dalam rapat DPP partai.
Menurut laporan PSBN, keputusan KPU untuk mengesahkan nol suara Nazaruddin Kiemas dilakukan secara mendadak tanpa sosialisasi yang memadai.
Hal ini menyebabkan banyak pemilih tetap mencoblos nama Nazaruddin Kiemas, yang namanya masih tercantum di surat suara karena sudah terlanjur dicetak.
“Pemilu 2019 sangat kompleks karena merupakan kali pertama Pilpres dan Pileg digelar serentak. Instruksi KPU untuk mengesahkan nol suara Nazaruddin Kiemas tidak efektif, sehingga banyak suara yang hilang. Berdasarkan rekapitulasi C1 plano yang dimiliki PSBN, sekitar 20 ribu suara Pak Nazaruddin Kiemas hilang, merugikan partai,” ungkap Hasto di persidangan.
Hasto menambahkan bahwa menurut data KPU, suara Nazaruddin Kiemas mencapai 26.903, sedangkan berdasarkan rekapitulasi PSBN, jumlahnya berkisar antara 44.000 hingga 47.000 suara.
Hilangnya suara tersebut berdampak pada potensi penurunan perolehan kursi PDIP di Dapil Sumsel 1.
Untuk mengatasi kerugian ini, DPP PDIP menggelar rapat pleno pada 22 Juni 2019, yang dihadiri sejumlah pimpinan partai, termasuk Djarot Saiful Hidayat.
Dalam rapat tersebut, diputuskan untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) guna mengamankan suara partai.
“Poin penting dari rapat pleno adalah menegaskan bahwa peserta pemilu adalah partai politik, sehingga suara caleg yang meninggal dunia seharusnya menjadi hak partai. Kami melihat ada kekosongan hukum dalam kasus ini, dan ada preseden pada Pemilu 2009 terkait suara caleg Sutradara Ginting yang dialihkan oleh partai. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk melakukan judicial review agar suara Pak Nazaruddin Kiemas diakui sah dan dialihkan ke caleg lain sesuai diskresi pimpinan partai,” jelas Hasto.
Sebagai Sekjen PDIP, Hasto mengaku bertugas memastikan pelaksanaan keputusan partai, termasuk memonitor proses judicial review.
Ia menyebutkan bahwa rapat DPP PDIP menunjuk Doni Tri Istiqomah untuk mengurus proses judicial review ke MA karena dianggap memiliki kompetensi untuk menangani kasus tersebut.
Namun, dalam persidangan, Hasto mengaku tidak ingat secara pasti siapa saja yang hadir dalam rapat pleno tersebut.
“Saya tidak ingat detail kehadiran, tapi yang jelas ada pemaparan dari PSBN mengenai kerugian suara partai,” ujarnya.
JPU kemudian mempertanyakan kewajiban Hasto sebagai Sekjen dalam mengamankan keputusan partai terkait suara Nazaruddin Kiemas.
Hasto menegaskan bahwa tanggung jawabnya adalah memastikan judicial review berjalan dengan baik sesuai keputusan rapat DPP.
Sidang ini menjadi sorotan karena menyangkut dugaan pengalihan suara yang dapat memengaruhi hasil Pemilu 2019 di Dapil Sumsel 1.
Kasus ini juga menunjukkan kompleksitas pelaksanaan pemilu serentak dan tantangan dalam sosialisasi keputusan KPU kepada pemilih. (rpi/muu)
Load more