Jakarta, tvOnenews.com - Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang menilai usulan merevisi UU No.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana penting dipertimbangkan, demi memperjelas koordinasi antara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kementerian/lembaga terkait, serta pemda dalam pencegahan dan penanganan bencana.
"Jika revisi dilakukan, pemerintah pusat seperti BNPB akan memiliki kendali yang lebih jelas dalam mengoordinasikan penanggulangan bencana, termasuk melibatkan kementerian/lembaga terkait aspek pencegahan," kata dia ditemui seusai Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2025 di Jakarta, Kamis.
Marwan menyebutkan peristiwa banjir di Sumatera Utara yang terjadi baru-baru ini bisa menjadi contoh pusat mesti juga memiliki ruang kendali ke daerah.
Dalam peristiwa itu satu desa di bagian hulu terdampak banjir besar, warga desa terdekat lainnya yang berada di hilir datang membantu. Namun, hanya berselang kurang dari empat jam, desa mereka juga mengalami banjir.
"Hal ini menunjukkan kurangnya mitigasi bencana yang terencana, padahal secara logis air dari hulu pasti mengalir ke hilir. Kan ini konyol semestinya BPBD bisa cepat mengatasinya," katanya.
Ia juga menyoroti bahwa UU Penanggulangan Bencana saat ini belum mengakomodasi hubungan komando antara BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Komisi VIII mendapati tak sedikit BPBD yang masih tergabung dalam dinas lain tingkat kabupaten/kota, sehingga respons terhadap bencana kurang optimal, baik dari segi personel, peralatan, maupun anggaran.
"Jadi penanganan bencana bersifat parsial dan kurang efektif saat ini. Akibatnya, miliaran rupiah harus ditanggung negara dan masyarakat akibat bencana yang seharusnya bisa diminimalkan dampaknya," katanya.
Meskipun revisi ini akan memperjelas koordinasi, Marwan menegaskan bahwa kewenangan menunjuk Kepala BPBD tetap berada di tangan bupati atau wali kota. Namun, diperlukan dasar hukum yang memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.
Selain memperkuat koordinasi, revisi UU ini juga akan mencakup ketentuan yang memberikan efek jera bagi individu atau kelompok yang memperburuk dampak bencana. Misalnya, tindakan membuang sampah sembarangan, tata kelola persampahan yang buruk, hingga deforestasi ilegal yang mengurangi daerah resapan air.
"Jika bencana terjadi akibat ulah manusia, maka mereka yang bertanggung jawab harus ikut menanggung dampaknya. Kami ingin ada aturan yang jelas agar mereka juga bertanggung jawab dalam pemulihan pasca-bencana. Bagaimana mekanismenya? itu yang akan kami bahas lebih lanjut," kata dia.
Saat ini, Komisi VIII masih fokus pada perubahan UU Haji dan keuangan Haji, tetapi revisi UU Penanggulangan Bencana tetap menjadi agenda penting yang akan dibahas ke depan setelah itu. (ant/raa)
Load more