Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah berencana membenahi tata kelola subsidi LPG 3 kg melalui skema sub-pangkalan mendapat sambutan positif dari akademisi.
Langkah ini diyakini bisa menekan kebocoran subsidi, memangkas rantai distribusi, dan memastikan harga LPG tetap sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
Dosen FISIP Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono, menilai skema sub-pangkalan bisa menjadi solusi agar gas bersubsidi lebih mudah diakses oleh masyarakat tanpa permainan harga.
“Kalau misalnya ini (sub-pangkalan) dijadikan solusi ya, pangkalan-pangkalan agak lebih dekat dan lebih memastikan bahwa distribusinya bisa sampai ke masyarakat. Menurut saya, ya, bisa jadi solusi (menekan harga gas LPG 3 kg),” ujar Kristian, kepada media, Jumat (21/2/2025).
Akademisi juga mengingatkan bahwa implementasi kebijakan ini harus dilakukan secara transparan dan tepat sasaran, agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat kecil.
Kristian juga menyampaikan penunjukan sub-pangkalan harus dilakukan secara transparan untuk menghindari kepentingan tertentu yang justru bisa membuat harga LPG semakin mahal di tingkat konsumen.
“Karena kan bernilai ekonomi, apa pun yang bernilai ekonomi pasti menggiurkan. Sudah gitu dicampur dengan kepentingan ekonomi dan politik, perkawinan yang paling menguntungkan dan semua orang mencari itu semua. Nah, sekarang tinggal kalau misalnya peluang ini ingin ditutup, maka ya penunjukan pangkalannya harusnya terbuka kepada publik,” jelasnya.
Di kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjajaran (Unpad), Bayu Kharisma, menegaskan bahwa pembentukan sub-pangkalan harus diikuti dengan pembenahan tata kelola distribusi.
Dia juga menyoroti fakta bahwa masih banyak gas LPG 3 kg yang justru jatuh ke tangan masyarakat kelas atas, sementara mereka yang benar-benar membutuhkan justru kesulitan mendapatkannya.
“Iya lah, jelas lah (pembenahan tata kelola distribusi dibutuhkan). Karena jangan sampai justru yang dapat kelas atas, bukan rakyat kelas bawah. Berarti otomatis ada hal yang salah, distribusinya salah. Sangat penting dilakukan, tinggal implementasinya. Jangan sampai dalam hal ini, kebijakan dan di bawahnya berbeda,” tegasnya.
Sementara itu, dosen komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD), Encep Dulwahab, mengingatkan agar pemerintah tidak tergesa-gesa dalam menerapkan kebijakan baru.
Sebab, kebijakan harus dikaji secara matang dan disosialisasikan secara luas agar tidak terjadi kesalahpahaman di lapangan.
Menurut Encep, pemerintah memiliki sumber daya yang cukup, seperti staf khusus dan juru bicara, yang bisa dimanfaatkan untuk mengkomunikasikan kebijakan ini secara efektif ke masyarakat.
“Makanya saya sepakat jika Pak Prabowo punya jubir banyak, staf khusus yang banyak, tapi dioptimalkan. Jangan hanya kuantitas, tapi kualitas, sebagai jembatan ke publik. Konferensi pers, serta video visual. Pakai multiplatform,” ujarnya.
“Memang pemerintah yang harus proaktif memberikan informasi lebih lengkap dan berkualitas,” tuturnya.(agr/lkf)
Load more