Kritik Rocky Gerung Soroti Kasus Pagar Laut: Tak Ada Koordinasi yang Jelas di Kabinet Prabowo
- IST
"Publik menunggu kepastian, ingin tahu siapa pejabat yang harus bertanggung jawab, tapi sejauh ini tidak ada ketegasan," tegasnya.
BRICS dan Posisi Indonesia di Kancah Global
Rocky juga menyoroti keputusan Indonesia untuk bergabung dengan blok ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan). Menurutnya, langkah ini dapat menjadi pilihan strategis jika bertujuan menjadikan Indonesia sebagai pemimpin, bukan sekadar anggota pasif. Namun, ia mengingatkan bahwa keputusan tersebut juga memiliki risiko besar.
"Bergabung dengan BRICS sebagai pilihan ideologis adalah hal yang baik, tapi kita harus siap dengan konsekuensinya. Indonesia bisa menghadapi sanksi dari negara-negara Barat karena ekonomi kita masih sangat bergantung pada dolar," jelasnya.
Ia menilai bahwa Prabowo ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah pemimpin populis atau bahkan seorang sosialis dengan keberaniannya mengambil risiko besar dalam kebijakan ekonomi global. Namun, ia juga mengingatkan bahwa langkah tersebut harus diiringi dengan strategi ekonomi yang jelas.
"Indonesia bisa saja ingin kembali menjadi pemimpin di ASEAN seperti era Soeharto, tetapi untuk menjadi pemimpin global, kita harus memiliki visi yang lebih kuat," tambahnya.
Rocky menilai, jika kebijakan bergabung dengan BRICS hanya dilakukan atas dasar pragmatisme tanpa landasan strategis yang kokoh, maka Indonesia berisiko mengalami ketidakpastian ekonomi yang berkepanjangan.
Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Dipertanyakan
Salah satu isu lain yang menjadi sorotan dalam diskusi adalah target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dicanangkan oleh pemerintah Prabowo. Rocky mengkritisi kurangnya penjelasan mengenai langkah konkret yang akan diambil untuk mencapai target tersebut.
"Pemerintah belum menjelaskan secara rinci apa motor pertumbuhan ekonomi yang akan digunakan untuk mencapai target 8 persen itu. Infrastruktur? Manufaktur? Kita belum tahu," katanya.
Menurutnya, ketidakjelasan ini membuat dunia usaha dan investor ragu-ragu dalam merancang rencana bisnis mereka di tengah ketidakpastian nilai tukar dan inflasi.
"Financial engineering masih ragu-ragu karena mereka tidak melihat kepastian dalam perencanaan pemerintah," jelas Rocky.
Ia juga menyoroti angka kemiskinan di Indonesia yang dinilai masih jauh dari realitas. Berdasarkan parameter Bank Dunia, jumlah orang miskin di Indonesia bisa mencapai 120 juta jiwa, sedangkan menurut data pemerintah, angka resmi hanya sekitar 19 juta orang dengan 3 juta di antaranya masuk kategori miskin ekstrem.
Load more