- SGC
Disorot DPR, Sugar Group Kendalikan Pilkada di Lampung?
Jakarta, tvOnenews.com - Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyampaikan sorotan tajam terhadap “Raja Gula” Indonesia, Sugar Group Companies (SGC), terkait sejumlah kasus yang menjadi perbincangan publik.
Hal itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR RI bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung pada Selasa (20/5/2025).
Sugar Group Companies (SGC) yang terkenal dengan merek ikonik Gulaku, belum lama ini memang disebut-sebut oleh eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar.
Zarof, dalam persidangan, mengaku pernah menerima uang Rp50 miliar untuk mengurus pemenangan kasus perdata antara Sugar Group Company melawan PT Mekar Perkasa dan Marubeni Corporation.
Terkait hal tersebut, Habiburokhman mendesak Kejaksaan Agung untuk serius lebih mendalami dan transparan dalam menjelaskan posisi Gulaku dalam dugaan tersebut.
Tak hanya soal kasus suap, Habiburokhman juga menyinggung bahwa perusahaan milik Gunawan Yusuf tersebut, memiliki pengaruh politik dan ekonomi yang kuat di markasnya yang ada di Lampung.
Legislator Partai Gerindra itu bahkan membeberkan, Sugar Group punya peran besar dalam pendanaan politik, termasuk Pilkada di Provinsi Lampung.
Menurutnya, hal itu telah menjadi rahasia umum dan telah lama menjadi buah bibir meskipun sejauh ini belum terbukti secara hukum.
"Kita melihat ada satu clue yang bagus terkait Gulaku ini. Gulaku itu sudah bolak-balik dibahas masyarakat, ada dibilang bahwa kalau tanpa mereka orang ikut Pilkada tidak akan menang dan lain sebagainya, itu wallahualam. Tapi keluhan itu ada besar sekali," ucap Habiburokhman.
Praktik Usaha Gulaku Juga Disinggung
Tak hanya itu, potensi kerugian negara dari sektor sumber daya alam atas praktik usaha yang dilakukan oleh Gulaku juga perlu diusut.
Ia mempertanyakan apakah pemanfaatan lahan Sugar Group sudah sejalan dengan ketentuan hukum, serta apakah hasil ekonominya telah memberikan kontribusi adil bagi negara.
"Lalu, apakah ini bisa dikembangkan sebagaimana dengan apa yang sedang bapak-bapak lakukan saat ini? Mengusut kasus-kasus terkait penyelamatan kekayaan negara di bidang sumber daya alam? Misalnya dia berapa HGU-nya," lanjutnya.
"Lalu de facto di lapangan berapa yang dia (SGC) tanami, yang dia ambil keuntungan, dikali berapa tahun. Kalau pakai cara yang sekarang, itu mungkin bisa mencapai bertriliun-triliun mungkin kerugian keuangan negara. Nah, kita pengen seperti itu, pak,"
Menurutnya, pengusutan tidak boleh berhenti pada angka-angka kecil, tetapi harus menyasar struktur dan dampak sistemik yang ditimbulkan.
Tak lupa, Habiburohman juga menekankan pentingnya kejelasan hukum, baik untuk publik maupun SGC sendiri, agar tidak terjadi stigma tanpa dasar yang bisa merugikan berbagai pihak.
"Sehingga menjadi jelas, Gulaku juga ada baiknya mendapat kepastian hukum agar mereka tidak dituduh-tuduh lagi. Masyarakat yang menuduh-nuduh pun bisa mendapat jawaban yang jelas," tegasnya.
Sugar Group dalam Kasus Zarof Ricar
Terkait dugaan suap untuk memenangkan kasus, Habiburokhman mendesak Kejagung agar masalah Sugar Group tak hanya berhenti di permukaan saja.
"Maka ketika ada berita Gulaku di kasus Zarof Ricar, kita pengen tahu seperti apa? Apa konteksnya Gulaku disebut di pengadilan? Kan, bapak sudah periksa. Perkara yang mana?" tanya dia dengan nada mendesak.
Sebagai informasi, Zarof Ricar mengungkap bahwa dirinya menerima uang masing-masing sebesar Rp 50 miliar dan Rp 20 miliar dari SGC melalui seseorang bernama Ny. Lee (Purwanti Lee).
Hal ini menguatkan dugaan bahwa SGC menyuap untuk mempengaruhi hasil perkara di tingkat kasasi dan Peninjauan Kembali (PK), yang menyangkut potensi kewajiban pembayaran ganti rugi hingga Rp7 triliun.
Berdasarkan data SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, diketahui bahwa perkara yang dimaksud melibatkan lima entitas usaha di bawah Sugar Group Companies: PT Sweet Indolampung, PT Indolampung Perkasa, PT Gula Putih Mataram, PT Indolampung Distillery, dan PT Garuda Panca Arta.
Pengungkapan ini diperkirakan baru permulaan dari skandal korporasi yang melibatkan kekuatan modal besar dan potensi kerugian negara dalam skala triliunan rupiah. (rpi)