- Antara
Rupiah Dijanjikan Tetap Stabil di Saat Perang Timur Tengan Memanas
Jakarta, tvOnenews.com - Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas rupiah di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Sebagaimana diketahui, perekonomian global saat ini sedang tidak pasti akibat dinamika negosiasi tarif resiprokal AS dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah (Timteng).
“Komitmen Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, baik volatilitasnya dari hari ke hari, minggu ke minggu, maupun kesesuaiannya dengan fundamental,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo mengutip antara Rabu (18/6/2025).
Selain menjalankan strategi triple intervention pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan SBN di pasar sekunder, BI terus memperkuat respons kebijakan stabilisasi melalui intervensi terukur di pasar off-shore Non-Deliverable Forward (NDF), baik di pasar Hong Kong, Asia, Eropa maupun Amerika.
Hal tersebut, jelas Perry, sebagaimana yang pernah dilakukan BI saat menghadapi gejolak global yang sempat meningkat pada periode libur Lebaran yang lalu. Respons kebijakan ini membuahkan hasil positif di mana saat itu nilai tukar rupiah kembali menguat pascalibur Lebaran.
“Alhamdulillah, nilai tukar sekarang berada di kisaran Rp16.200-16.300 (per dolar AS),” kata Perry.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mencatat bahwa nilai tukar rupiah yang menguat secara kuartalan dibandingkan dengan kuartal yang lalu juga didorong oleh peningkatan pasokan valuta asing (valas).
Berdasarkan data BI, aliran masuk modal asing ke Surat Berharga Negara (SBN) pada triwulan II 2025 (hingga 16 Juni 2025) mencatat net inflows sebesar 1,7 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Meskipun di pasar saham dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) masih mencatatkan outflow, Destry mengatakan bahwa outflow masih relatif kecil.
“Ini yang cukup menambah supply valas di pasar. Dan ini juga tecermin dengan transaksi harian di pasar valas kita yang terus mengalami peningkatan, di mana pada April 2025 itu rata-rata harian di bawah 6 miliar dolar AS yaitu sekitar 5,76 miliar dolar AS, tapi di 16 Juni 2025, sudah di atas 6 miliar dolar AS yaitu sekitar 6,22 miliar dolar AS,” jelas Destry.