Sejarah Bendera Merah Putih yang Dijahit oleh Fatmawati dan Kini Jadi Cagar Budaya Nasional
- ANTARA
Bendera pusaka sempat dipisahkan menjadi dua bagian. Pada awalnya, tanggal 19 Desember 1948, Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.
Presiden Soekarno menyelamatkan bendera itu dengan memberikan bendera tersebut kepada ajudannya, Husein Mutahar.
Husein membawa bendera tersebut dan melepaskan benang jahitan bendera untuk menjaga keamanan dari penyitaan Belanda.
Pada pertengahan Juni 1949, Presiden Soekarno meminta kembali bendera tersebut. Ia kemudian menyatukan kembali dengan cara menjahit bendera pusaka dengan mengikuti lubang jahitannya.
Untuk mengembalikan bendera pusaka itu kepada Presiden Soekarno, Bendera tersebut disamarkan dengan bungkusan koran dan diserahkan kepada Soejono untuk dikembalikan.
Hingga akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1949, bendera pusaka dikibarkan di halaman depan Gedung Agung.
Sehari setelah penandatanganan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda di Den Haag pada tanggal 28 Desember 1949, bendera pusaka disimpan di sebuah peti dan diterbangkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
Setelah Presiden Soekarno digantikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1967, bendera pusaka masih tetap dikibarkan, namun kondisi bendera tersebut sudah sangat rapuh.
Bendera pusaka terakhir dikibarkan pada 17 Agustus 1968 di depan Istana Merdeka. Sejak saat itu, bendera pusaka tidak lagi dikibarkan, namun digantikan dengan duplikatnya.
Bendera pusaka disimpan di dalam vitrin yang terbuat dari plexiglass berbentuk trapesium di Ruang Bendera Pusaka, Istana Merdeka, karena kondisi warnanya yang sudah pudar.
Pada tanggal 21 April hingga Juli 2003, bendera bersejarah ini pernah dikonservasi oleh Balai Konservasi Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta.
Saat ini Bendera Sang Saka Merah Putih berstatus sebagai Cagar Budaya Nasional.
(mg1/put)
Load more