Subhanallah, Cerita Dokter Amputasi Santri yang Terjepit, Merangkak Masuk Reruntuhan Beton Ponpes Al Khoziny
- Tangkapan layar tvOne
Sidoarjo, tvOnenews.com – Kisah heroik terjadi di tengah reruntuhan bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur. Seorang santri bernama Nur Ahmad berhasil diselamatkan setelah mengalami luka parah akibat tertimpa beton.
Proses penyelamatan berlangsung dramati, tim medis melakukan amputasi di lokasi kejadian dengan kondisi serba terbatas demi menyelamatkan nyawa korban.
Peristiwa itu terjadi pada 3 Oktober 2025. Saat proses evakuasi berlangsung, tim medis dari RSUD Sidoarjo yang dipimpin oleh dr. Larona Hydravianto, spesialis ortopedi dan traumatologi, segera diterjunkan ke lokasi setelah mendapat laporan adanya korban yang tak bisa dievakuasi karena tangannya terjepit beton.
- Tangkapan layar tvOne
“Waktu itu saya bersama dinas kesehatan. Saya lihat lengannya terjepit di siku, betonnya benar-benar menekan tanpa celah. Kami sadar satu-satunya jalan adalah amputasi di tempat,” ujar dr. Larona saat berbincang dengan tvOne.
Keputusan Genting di Tengah Reruntuhan
Dengan ruang gerak sangat sempit, kondisi gelap, dan korban yang masih sadar, dr. Larona bersama tim medis berupaya menenangkan Nur Ahmad.
Santri itu terus merintih kesakitan hingga akhirnya diberikan bius lokal agar tidak merasakan nyeri saat tindakan dilakukan.
Operasi amputasi dilakukan selama sekitar 20 menit di bawah reruntuhan beton, menggunakan alat seadanya yang dibawa dari rumah sakit.
Setelah proses pemotongan selesai, tubuh korban berhasil ditarik keluar dan segera dilarikan ke RSUD Sidoarjo untuk mendapatkan perawatan lanjutan.
“Tantangan terbesar waktu itu bukan hanya kondisi pasien, tapi juga keselamatan kami. Reruntuhan bisa roboh lagi kapan saja. Tapi kami harus cepat dan tepat. Prinsipnya, quick in – quick out, cepat masuk, cepat keluar,” jelas dr. Larona.
- Tangkapan layar tvOne
Sebelum melakukan tindakan, dr. Larona sempat menolak saran untuk segera amputasi menggunakan pisau seadanya tanpa peralatan medis yang lengkap.
Ia memilih keluar lebih dulu untuk meminta bantuan tambahan dari dokter anestesi dan tim perawat.
Sekitar 30 menit kemudian, tim bantuan tiba dengan membawa oksigen, alat bedah, dan obat-obatan yang memadai. Dengan peralatan tersebut, operasi darurat pun dapat dilakukan dengan lebih aman.
“Kalau waktu itu kami paksakan dengan alat seadanya, risiko perdarahan bisa sangat tinggi. Karena itu saya putuskan mundur dulu, menunggu alat yang lebih lengkap. Nyawa pasien tetap prioritas,” tambahnya.
Kondisi Nur Ahmad Kini Membaik
- Tangkapan layar tvOne
Usai tindakan penyelamatan tersebut, Nur Ahmad kini dalam kondisi membaik dan masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Meski kehilangan satu lengan, semangat dan mental santri muda itu disebut sangat kuat.
“Hari-hari pertama memang sempat termenung, tapi sekarang sudah bisa tersenyum, bahkan berjalan ke kamar mandi sendiri. Mental dan spiritualnya luar biasa,” kata dr. Larona.
Menurut dr. Larona, operasi penyelamatan di lokasi reruntuhan merupakan tindakan ekstrem berisiko tinggi. Selain ruang yang sangat terbatas, kondisi korban yang mengalami syok juga menjadi faktor penentu.
“Kita harus berpacu dengan waktu. Salah sedikit, nyawa pasien bisa melayang. Tapi kalau terlalu lama, kondisinya juga bisa memburuk. Di situ lah keputusan cepat harus diambil,” ungkapnya.
Aksi cepat dan keberanian tim medis RSUD Sidoarjo tersebut menuai apresiasi dari banyak pihak.
Dr. Larona Hydravianto disebut menjadi salah satu contoh nyata dedikasi tenaga medis yang tak hanya bertugas di ruang operasi, tapi juga siap mempertaruhkan keselamatan di lokasi bencana demi menyelamatkan nyawa orang lain.
Load more