Dampak Banjir dan Longsor di Sumatra Picu Risiko Penyakit Menular dan Krisis Air Bersih
- Tim tvOne/Ilham Zulfikar
Bahaya lain datang dari gas hasil pembusukan. Saat jaringan tubuh manusia atau hewan terendam air dengan kadar oksigen rendah, terbentuklah gas seperti metana, amonia, dan hidrogen sulfida.
Gas-gas ini menyebabkan bau busuk menyengat dan dapat memicu mual, pusing, serta iritasi saluran pernapasan, terutama bagi mereka yang berada di wilayah padat penduduk atau ruang tertutup.
Kondisi lingkungan yang kotor juga mempercepat perkembangbiakan lalat, tikus, dan nyamuk, yang semuanya merupakan vektor penyakit berbahaya.
Selain penyakit menular, dampak lain yang mulai terasa adalah krisis air bersih. Sungai, sumur, dan pipa air yang sebelumnya menjadi sumber air minum kini tercemar lumpur dan jasad makhluk hidup.
Air berubah warna, berbau busuk, dan tidak layak konsumsi. Proses penjernihan biasa dengan merebus air pun tidak cukup untuk membunuh seluruh patogen di dalamnya.
Bagi masyarakat yang tetap menggunakan air tersebut untuk mandi atau mencuci, risiko terserang penyakit kulit, infeksi saluran cerna, hepatitis A dan E meningkat tajam.
Kondisi ini diperburuk dengan terbatasnya pasokan air bersih yang masuk ke wilayah terisolasi akibat akses jalan terputus.
Krisis air bersih dan ancaman wabah penyakit ini sering kali menjadi fase kedua yang lebih panjang setelah bencana banjir besar.
Ketika bantuan logistik lambat datang dan fasilitas kesehatan terbatas, masyarakat terpaksa bertahan dengan air dan makanan seadanya.
Situasi ini berpotensi menimbulkan wabah penyakit menular di pengungsian jika tidak segera diatasi dengan langkah tanggap darurat yang tepat. (adk)
Load more