AFTECH Soroti Tantangan Struktural Industri Fintech di Indonesia, Pandu Sjahrir: Kita Memasuki Fase Maturing
- ANTARA
Jakarta, tvOnenews.com - Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) sebagai asosiasi payung industri fintech nasional sekaligus penyelenggara Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baru saja merilis temuan terbaru dari Annual Members Survey (AMS) 2024–2025.
Laporan tahunan ini menyoroti berbagai tantangan struktural yang perlu diatasi secara kolektif agar manfaat transformasi digital dapat dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat.
Di saat yang sama, survei ini juga mencerminkan bahwa industri fintech Indonesia tengah memasuki fase kematangan, ditandai dengan kemajuan signifikan dalam aspek tata kelola, keamanan digital, ekspansi bisnis, serta adopsi teknologi.
AMS 2024–2025 mencatat bahwa sebaran pengguna fintech masih sangat terkonsentrasi di wilayah Jabodetabek, dengan angka mencapai 73,77 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penetrasi layanan ke wilayah non-metropolitan masih terbatas.
Mayoritas pengguna berasal dari kelompok berpendapatan menengah, yaitu Rp5-10 juta, sementara masyarakat berpenghasilan rendah di kisaran Rp0-55 juta masih menghadapi hambatan akses terhadap layanan keuangan yang justru paling mereka butuhkan. Temuan ini menegaskan pentingnya perluasan inklusi keuangan digital secara lebih merata.
Di tengah lonjakan transaksi digital, isu keamanan siber dan penipuan (scam) tetap menjadi perhatian utama. Phishing tercatat sebagai jenis serangan siber paling umum, dialami oleh 27,12 persen perusahaan fintech pada 2025, meskipun menurun dari 33,59 persen pada 2024.
Tantangan terbesar justru berasal dari luar perusahaan, dengan 82,98 persen responden melaporkan bahwa fraud eksternal menjadi ancaman dominan, baik yang berasal dari konsumen, sindikat kejahatan siber, maupun pihak ketiga.
Sementara itu, edukasi dan literasi keuangan digital menunjukkan tren peningkatan, namun belum sepenuhnya sejalan dengan pesatnya ekspansi produk dan inovasi fintech. Sebanyak 43,44 persen perusahaan menjadikan literasi sebagai program utama dalam perlindungan konsumen. Namun demikian, 59,02 persen pelaku industri masih menilai rendahnya literasi sebagai tantangan terbesar dalam mendorong inklusi keuangan.
AMS 2024–2025 juga menyoroti kesenjangan keahlian sebagai tantangan besar. Sebanyak 65,57 persen responden melaporkan kekurangan talenta di bidang Artificial Intelligence (AI) dan Big Data, dua kompetensi yang menjadi fondasi penting bagi inovasi dan keamanan digital. Representasi perempuan di posisi strategis juga masih terbatas.
Load more