Mendorong Masa Depan AI yang Adil dan Inklusif untuk Semua
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com — Pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI) menghadirkan tantangan dan peluang besar bagi berbagai sektor, termasuk organisasi sosial yang selama ini bekerja langsung bersama masyarakat. Namun, akses terhadap AI masih didominasi oleh korporasi besar, sementara sektor non-profit kerap tertinggal dalam hal literasi, adopsi, dan pemanfaatan teknologi ini secara etis dan efektif.
Di tengah peringatan Hari Apresiasi AI, muncul urgensi untuk memastikan bahwa transformasi digital tidak hanya berpihak pada kepentingan ekonomi semata, tetapi juga membuka jalan bagi keadilan sosial. AI seharusnya bukan sekadar alat efisiensi, melainkan juga jembatan perubahan untuk memperkuat kapasitas organisasi akar rumput dalam menjawab isu-isu kemanusiaan dan lingkungan.
Literasi AI di sektor non-profit masih relatif rendah, padahal organisasi sosial memiliki pengetahuan lokal dan kedekatan dengan komunitas yang krusial untuk penerapan teknologi yang kontekstual dan beretika. Tanpa keterlibatan mereka, risiko bias, ketimpangan akses, dan dampak sosial negatif justru semakin besar. Karena itu, penting untuk membangun pendekatan yang berpihak, inklusif, dan berbasis nilai-nilai publik.
Etika AI, transparansi data, mitigasi bias, dan dampak sosial harus menjadi fondasi dalam setiap upaya adopsi teknologi. Lebih dari sekadar pelatihan teknis, dibutuhkan ekosistem pembelajaran yang memperkuat kesadaran kritis tentang bagaimana AI digunakan, untuk siapa, dan dengan cara seperti apa.
Salah satu pendekatan yang menonjol adalah integrasi AI dalam sistem monitoring dan evaluasi berbasis data. Dengan alat bantu yang tepat, organisasi sosial dapat mengukur dampak program secara lebih presisi, efisien, dan real-time—sehingga mampu membuat keputusan berbasis bukti yang mendukung keberlanjutan dan keberpihakan terhadap kelompok rentan.
Upaya membangun masa depan AI yang bertanggung jawab tak dapat diserahkan sepenuhnya kepada teknokrat atau sektor swasta. Diperlukan ruang partisipatif yang melibatkan masyarakat sipil, komunitas, dan organisasi sosial untuk bersama-sama merancang solusi yang relevan, adil, dan berjangka panjang.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, sebuah inisiatif bertajuk #ResponsibleAIFutures resmi diluncurkan pada Hari Apresiasi AI, 16 Juli 2025. Program ini merupakan hasil kolaborasi antara Campaign #ForABetterWorld, Yayasan Dunia Lebih Baik, dan Talenesia, yang menghadirkan pelatihan AI berbasis prinsip etika dan keberlanjutan bagi organisasi sosial di Indonesia.
“AI bukan hanya milik korporasi besar. Teknologi ini harus bisa diakses dan dimaknai oleh semua pihak—termasuk NGO dan komunitas lokal yang bekerja langsung di akar rumput,” ujar William Gondokusumo, CEO Campaign #ForABetterWorld. “Hari AI adalah waktu yang tepat untuk menegaskan bahwa partisipasi publik bisa mendorong penggunaan teknologi secara lebih adil dan bertanggung jawab.”
Program ini dibangun di atas tiga pilar utama: edukasi AI yang etis, monitoring dan evaluasi berbasis data, serta kolaborasi lintas sektor antara organisasi sosial dan pakar teknologi. Tujuannya bukan hanya meningkatkan kapasitas teknis, tetapi juga memperkuat sikap kritis dan reflektif terhadap penggunaan AI.
“Bagi Talenesia, investasi terbesar bukan hanya pada teknologi, tapi pada manusianya,” kata Aldo Massali, CEO Talenesia. “Organisasi sosial memiliki pengetahuan kontekstual dan kedekatan dengan masyarakat yang sangat penting dalam penerapan teknologi secara etis. Karena itu, pemberdayaan mereka krusial agar AI benar-benar bermanfaat bagi semua lapisan.”
Lebih dari 2.000 aksi sosial telah tercatat dalam tantangan sosial (Challenge) yang berlangsung melalui aplikasi Campaign #ForABetterWorld, sementara 626 orang telah mendukung pelatihan dan pendampingan AI, MnE, dan manajemen finansial untuk organisasi akar rumput.
“Kami ingin mendorong transformasi sosial yang dimulai dari peningkatan kapasitas SDM di sektor non-profit agar siap memimpin perubahan di era AI,” lanjut Aldo. “Solusi yang dihasilkan tidak boleh merugikan kelompok rentan. Kolaborasi adalah kunci.”
Dengan melibatkan 9 organisasi sosial dalam fase awal, inisiatif ini menekankan bahwa perubahan bisa dimulai dari aksi sederhana yang melibatkan banyak pihak. Program ini menjadi contoh konkret bahwa masa depan AI harus dibentuk secara kolektif—melibatkan komunitas, bukan menggantikan mereka.
Load more