BYD dan Chery Diduga Tilep Dana Subsidi Mobil Listrik di China, Nilainya Nyaris Triliunan
- BYD
Jakarta, tvOnenews.com - Dua raksasa otomotif asal China, BYD Co. dan Chery Automobile Co., dikabarkan terseret kasus dugaan penyalahgunaan subsidi mobil listrik di negaranya.
Temuan ini muncul setelah otoritas industri China melakukan audit menyeluruh terhadap program subsidi EV selama lima tahun terakhir sejak 2020.
Pemeriksaan itu mengungkap bahwa kedua perusahaan diduga mengajukan klaim subsidi untuk kendaraan yang sebenarnya tidak memenuhi syarat.
Laporan dari Reuters menyebut, nilai total subsidi yang dipermasalahkan mencapai lebih dari 864 juta yuan atau sekitar Rp1,95 triliun.
Untuk BYD dan Chery, total klaim diduga mencapai US$53 juta atau sekitar Rp866 miliar selama lima tahun hingga 2020 atau 60% dari seluruh temuan penyelewengan.
Berdasarkan tersebut, Chery tercatat memiliki 7.663 unit yang tidak memenuhi syarat, sementara BYD sebanyak 4.973 unit.
Setelah melalui proses audit, mobil-mobil tersebut dinyatakan tidak layak menerima subsidi dan pencairan dana pun dibatalkan dari catatan resmi.
Kendati demikian, BYD dan Chery sejauh ini dikabarkan belum akan dikenai sanksi dan hanya diminta untuk mengembalikan dana subsidi tersebut. Pihak kedua produsen belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan tersebut.
"Dokumen audit tidak menetapkan hukuman apa pun atau menyebutkan penggantian biaya, tetapi pemerintah sebelumnya mengatakan produsen mobil harus membayar kembali subsidi untuk kendaraan yang ditemukan tidak memenuhi persyaratan jarak tempuh," bunyi laporan Reuters, dikutip Sabtu (12/7/2025).
Sengkarut Klaim Subsidi Mobil Listrik di China
Melansir Bloomberg, audit besar-besaran terhadap subsidi kendaraan listrik untuk periode 2016-2020 dilakukan pemerintah China sejak awal tahun ini.
Di Provinsi Henan, misalnya, otoritas setempat meninjau 292 unit kendaraan yang menerima total dana subsidi mencapai 475 juta yuan (sekitar Rp1,07 triliun).
Langkah audit ini menjadi bagian dari pengetatan pengawasan Beijing terhadap industri otomotif dalam negeri, terutama di tengah perang harga yang telah berlangsung lebih dari dua tahun. Persaingan ketat memicu kekhawatiran akan penurunan kualitas dan kredibilitas mobil buatan China.
Beberapa kendaraan dinyatakan tak layak menerima subsidi karena tidak memenuhi persyaratan teknis, seperti jarak tempuh yang tidak sesuai atau ketiadaan data operasional, sebagaimana tercantum dalam dokumen Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi China.
Sebagian produsen diduga menjual kendaraan secara borongan ke dealer atau trader demi mengejar angka penjualan, lalu membantu registrasi agar mobil-mobil tersebut tercatat sebagai unit terjual.
Imbasnya, mobil-mobil baru ini dijual kembali di pasar mobil bekas sebagai “unit bekas tanpa jarak tempuh.”
Kementerian Perdagangan China pun mulai memanggil pihak-pihak terkait untuk mengusut praktik ini. Bahkan, di beberapa wilayah, penyaluran subsidi sempat dihentikan sementara guna menyelidiki potensi penyalahgunaan skema insentif.
China telah menjalankan program subsidi kendaraan ramah lingkungan sejak awal 2010-an. Setiap kendaraan listrik bisa mendapatkan subsidi hingga 60.000 yuan, yang diberikan langsung ke produsen dan digunakan untuk menurunkan harga jual ke konsumen. Namun skema ini dinilai rawan disalahgunakan.
Pada 2016, People’s Daily sempat melaporkan bahwa puluhan perusahaan otomotif diduga mengklaim subsidi palsu hingga 9,3 miliar yuan atau sekitar Rp21,04 triliun.
Audit serupa memang pernah dilakukan sebelumnya, namun dalam skala terbatas. Audit pada 2022 hanya mencakup beberapa produsen dan ratusan kendaraan.
Sementara audit tahun ini menjangkau puluhan perusahaan dan lebih dari 75.000 unit kendaraan, menandai pemeriksaan terbesar sepanjang sejarah program tersebut. (rpi)
Load more