Koperasi Merah Putih: Jalan Menuju Keadilan Ekonomi yang Nyata dan Berkelanjutan
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Dalam situasi global yang terus bergejolak, koperasi kembali mendapatkan tempat sebagai strategi pembangunan ekonomi yang tak hanya inklusif, tetapi juga berdaulat. Melalui program nasional Koperasi Merah Putih, pemerintah menargetkan lahirnya 80.000 koperasi baru yang diharapkan mampu mendorong pemerataan ekonomi di tengah ketimpangan struktur ekonomi nasional.
Koperasi bukan lagi sekadar formalitas administratif. Jika dikelola dengan sungguh-sungguh dan berbasis penguatan kelembagaan, koperasi dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi kerakyatan yang tahan banting terhadap krisis. Inilah yang menjadi semangat dari Koperasi Merah Putih—sebuah inisiatif untuk membangun kekuatan ekonomi rakyat dari bawah.
Namun, dalam upaya membangun koperasi yang berkualitas, tantangan besar juga harus dihadapi. Permasalahan utama koperasi di Indonesia bukan semata keterbatasan digitalisasi, melainkan lemahnya tata kelola, minimnya kompetensi manajemen, serta belum optimalnya payung hukum yang melindungi para anggotanya. Tanpa perbaikan menyeluruh, koperasi hanya akan jadi proyek kuantitas, bukan kekuatan ekonomi rakyat yang sebenarnya.
Transformasi koperasi memerlukan rebranding besar-besaran yang melibatkan banyak pihak—dari negara hingga komunitas akar rumput. Hal ini mencakup penguatan SDM koperasi, pelatihan kepemimpinan, penciptaan duta koperasi, hingga membangun institusi pendidikan khusus koperasi seperti SMK atau sarjana koperasi.
Menanggapi urgensi tersebut, Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dalam Diskusi Kebangsaan bertajuk “Koperasi Hebat, Indonesia Kuat” menyatakan bahwa koperasi adalah strategi kebangsaan dan bukan sekadar warisan sejarah. “Koperasi bukan nostalgia atau label kosong. Ini jalan khas Indonesia, lahir dari rahim sejarah bangsa, sebagai jalan tengah antara kapitalisme yang menindas dan sosialisme yang menafikan hak milik,” ungkap Ibas.
Ia menegaskan, Koperasi Merah Putih bukan sekadar proyek branding, tapi harus menjadi upaya besar yang berkualitas dan berdampak. “Kalau kita ingin bangun 80 ribu koperasi, maka kualitas dan tata kelolanya harus kita jaga. Tanpa transparansi, sistem manajemen yang sehat, dan pemimpin yang kompeten, maka digitalisasi sekalipun hanya akan mempercepat kegagalan,” ujar Ibas yang juga Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI.
Lebih jauh, Ibas menempatkan koperasi dalam kerangka geoekonomi dan geostrategi Indonesia. Di tengah krisis global—perang, inflasi pangan, hingga disrupsi rantai pasok—koperasi dapat menjadi pilar ketahanan ekonomi nasional. “Koperasi bukan hanya untuk keadilan ekonomi, tapi juga alat pertahanan ekonomi rakyat di tengah dunia yang penuh ketidakpastian,” tegasnya.
Ibas juga mengajak publik untuk belajar dari koperasi dunia seperti Mondragon (Spanyol), Fonterra (Selandia Baru), dan Zen-noh (Jepang). Ia menyebut bahwa mereka sukses bukan karena keberuntungan, tetapi karena menjalankan koperasi dengan skala besar, tata kelola profesional, dan dukungan penuh dari negara. “Pertanyaannya, kenapa mereka bisa dan kita belum? Karena kita belum serius menempatkan koperasi sebagai kekuatan ekonomi utama,” papar Ibas.
Di akhir sambutannya, Ibas mengajak seluruh peserta untuk menjadikan koperasi sebagai proyek strategis masa depan bangsa. “Hari ini koperasi Indonesia belum masuk 100 besar dunia. Tapi itu bukan takdir. Itu soal niat dan strategi. Koperasi bukan masa lalu—koperasi adalah masa depan kita,” pungkasnya.
Diskusi ini juga menyerap aspirasi dari berbagai pegiat koperasi. Ihsan Firdaus, CEO Smartcoop.id menyoroti pentingnya narasi baru koperasi. “Rebranding koperasi harus dimulai dari tokoh bangsa seperti Mas Ibas. Digitalisasi memang penting, tapi kolaborasi antarwilayah, keberadaan duta koperasi, dan lembaga pendidikan koperasi juga tak kalah krusial,” jelas Ihsan. (nsp)
Load more