Utang Baru Pemerintah Utang Rp349,3 Triliun hingga Mei 2025, APBN Masuk Zona Defisit Lagi
- tvOnenews.com/Abdul Gani Siregar
Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah telah mencatatkan penarikan utang baru senilai Rp349,3 triliun hingga akhir Mei 2025.
Jumlah tersebut setara dengan 45 persen dari target pembiayaan utang dalam APBN tahun ini yang sebesar Rp775,9 triliun.
Selain dari utang, pemerintah juga menghimpun pembiayaan non-utang sebesar Rp24,5 triliun.
Dengan demikian, total pembiayaan anggaran yang sudah terealisasi mencapai Rp324,8 triliun, atau sekitar 52,7 persen dari target pembiayaan anggaran sebesar Rp616,2 triliun.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Juni 2025 di Jakarta, Selasa (17/6/2026).
“Pembiayaan non-utang saya rasa perlu digarisbawahi bahwa tidak menambah utang,” ujar Wamenkeu Thomas Djiwandono.
Wamenkeu Thomas menilai capaian itu masih menunjukkan bahwa strategi pembiayaan fiskal RI dijalankan secara adaptif dan hati-hati.
Menurutnya, hal itu terlihat dari pemilihan waktu, jenis instrumen, nilai pembiayaan, hingga penggunaan kombinasi mata uang yang tepat.
Ia menambahkan bahwa strategi tersebut turut diperkuat dengan pelaksanaan prefunding, penambahan dana cadangan (cash buffer), serta pengelolaan kas utang yang berkelanjutan.
Pada periode yang sama, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatatkan defisit Rp21 triliun, atau setara 0,09 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Kondisi ini kembali membawa APBN ke zona defisit setelah sempat mencatat surplus sebesar Rp4,3 triliun di bulan sebelumnya.
Dari sisi penerimaan, negara berhasil menghimpun pendapatan sebesar Rp995,3 triliun, yang mencakup 33,1 persen dari target Rp3.005,1 triliun. Jumlah ini meningkat Rp184,8 triliun dibandingkan realisasi April.
Rinciannya, penerimaan perpajakan mencapai Rp806,2 triliun (32,4 persen dari target), terdiri atas pajak sebesar Rp683,3 triliun (31,2 persen) serta kepabeanan dan cukai Rp122,9 triliun (40,7 persen).
Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat Rp188,7 triliun atau 36,7 persen dari target.
Pada sisi pengeluaran, belanja negara mengalami akselerasi signifikan, dengan realisasi hingga Mei sebesar Rp1.016,3 triliun atau 28,1 persen dari total pagu Rp3.621,3 triliun.
Belanja pemerintah pusat terserap sebesar Rp694,2 triliun atau 25,7 persen dari target. Dari angka itu, Rp325,7 triliun dialokasikan untuk kementerian/lembaga dan Rp368,5 triliun untuk belanja non-K/L.
Sedangkan belanja transfer ke daerah (TKD) telah terealisasi Rp322 triliun atau 35 persen dari target.
Meski sudah masuk zona defisit, APBN tetap membukukan surplus keseimbangan primer sebesar Rp192,1 triliun, naik dari April yang sebesar Rp173,9 triliun.
Surplus ini menandakan kondisi kas negara masih mencukupi untuk menutup kebutuhan belanja tanpa harus menambah beban bunga utang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa kinerja APBN sangat dipengaruhi oleh dinamika ekonomi global dan ketidakpastian geopolitik.
Ia mencontohkan, konflik bersenjata dapat memicu fluktuasi harga komoditas yang berdampak pada penerimaan negara.
Meski demikian, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah tetap menjaga agar APBN mampu menjalankan fungsi countercyclical, guna menstabilkan ekonomi saat terjadi gejolak eksternal. (ant/rpi)
Load more