Jaksa Agung Buka Peluang Hukuman Mati, Korupsi Minyak Pertamina Dilakukan saat Pandemi Covid-19: Ada Hal-Hal yang Memberatkan
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin membuka kemungkinan untuk menjatuhkan hukuman mati bagi para tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan KKKS periode 2018-2023.
Burhanuddin menjelaskan, peluang hukuman berat itu bisa saja dijatuhkan karena tindak pidana mega-korupsi minyak Pertamina itu terjadi saat Indonesia tengah menghadapi pandemi Covid-19.
Karenanya, kejahatan tersebut bisa dikategorikan sebagai korupsi yang dilakukan dalam situasi bencana alam.
"Apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi Covid-19, dia melakukan perbuatan itu dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat," kata Jaksa Agung dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Kamis (6/3/2025).
"Bahkan dalam kondisi yang demikian bisa-bisa hukuman mati. Tapi kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyelidikan ini," tambahnya.
Meski demikian, Burhanuddin menegaskan bahwa keputusan akhir terkait besaran tuntutan masih menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka, yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta.
Salah satu tersangka adalah Riva Siahaan (RS) yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Adapun Kejagung juga telah mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp193,7 triliun pada tahun 2023.
Rinciannya meliputi kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sebesar Rp2,7 triliun, serta kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker yang mencapai Rp9 triliun. Selain itu, kerugian dari pemberian kompensasi pada 2023 diperkirakan mencapai Rp126 triliun, sementara kerugian akibat subsidi pada tahun yang sama sekitar Rp21 triliun.
Di sisi lain, PT Pertamina (Persero) memastikan bahwa BBM jenis Pertamax yang saat ini beredar di masyarakat telah memenuhi spesifikasi sesuai regulasi yang berlaku.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri mengakui bahwa kasus dugaan korupsi ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat.
Ia bahkan menerima sejumlah pesan singkat (SMS) yang mempertanyakan kualitas BBM setelah kasus ini mencuat.
Simon menegaskan bahwa seluruh prosedur pelayanan yang dilakukan oleh Pertamina telah sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku.
"Dengan demikian masyarakat tidak perlu khawatir, masyarakat tidak perlu cemas bahwa produk yang berada di SPBU Pertamina sudah sesuai dengan standar spesifikasi teknis," ujar Simon dalam kesempatan yang sama.
Kasus korupsi besar-besaran ini memang menjadi perhatian besar publik, terutama karena jumlah kerugian negara yang fantastis. Bahkan, jika dihitung-hitung secara kasar, kerugian negara selama lima tahun sejak 2018 bisa mencapai hampir Rp1 kuadriliun.
Kejagung dan Kementerian BUMN berjanji akan mengusut kasus ini hingga tuntas, termasuk kemungkinan menjatuhkan hukuman maksimal bagi para pelaku. (rpi)
Load more