ADVERTISEMENT
Advertnative
Jakarta, tvOnenews.com - Ketua Dewan Pengawas Indonesian Business Council (IBC), Arsjad Rasjid, angkat bicara soal kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang seratus persen wajib disimpan di dalam negeri.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025, Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan aturan bahwa eksportir di sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan wajib menempatkan 100 persen DHE SDA dalam sistem keuangan nasional selama 12 bulan dalam rekening khusus di bank nasional.
Menanggapi hal tersebut, Arsjad Rasjid selaku pengusaha malah merespons positif kebijakan DHE SDA 100% dari pemerintah. Ia menilai bahwa kebijakan itu akan dapat membantu menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.
Menurutnya, kebijakan ini juga menjadi langkah antisipatif agar Indonesia tidak mengalami krisis ekonomi seperti tahun 1998.
Dengan pengelolaan yang tepat, kata Arsjad, kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat fundamental ekonomi nasional.
"Jangan dilihat dari sisi negatifnya, tetapi kita lihat Merah Putih-nya. Kebijakan ini untuk membantu ketahanan ekonomi kita, khususnya menjaga kurs rupiah," kata Arsjad di sela-sela acara Indonesia Economic Summit (IES) 2025 di Hotel Shangri-La, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Arsjad menjelaskan, kebijakan serupa sebenarnya juga telah diterapkan di beberapa negara seperti Malaysia dan Thailand.
Oleh karena itu, Indonesia juga perlu mengambil langkah yang sama untuk memastikan stabilitas ekonominya tetap kuat.
Selain itu, Arsjad menekankan bahwa pengusaha tetap memiliki fleksibilitas dalam penggunaan dana DHE SDA selama dana tersebut tetap berada dalam negeri.
"Untuk pengusaha sendiri fleksibel. Yang penting dipakai di dalam negeri. Uang itu bisa digunakan untuk apapun, untuk bayar dividen, untuk melaksanakan (operasional) usaha dan semua. Tapi, yang penting adalah kita menjaga dana itu nggak dipakai di luar, taruh di Indonesia supaya jaga ketahanan ekonomi," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan posisi DHE SDA yang ditempatkan di perbankan Indonesia relatif stabil.
Bahkan, penempatan DHE SDA sudah melebihi batas minimal yang ditetapkan dari aturan yaitu sebesar 30 persen.
“Posisi dari devisa hasil ekspor yang diletakkan di dalam perbankan kita itu relatif stabil. Kalau minimum tadinya 30 persen di dalam data, yang ada adalah bahkan mencapai 37 sampai 42 persen. Jadi ini menggambarkan mereka sudah melebihi dari yang 30 persen. Sekarang dengan 100 persen, terutama untuk yang SDA batubara, CPO, dan nikel adalah tiga komoditas yang paling besar peranannya di dalam menghasilkan ekspor dan devisa kita,” kata Menkeu dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (17/2/2025).
Untuk itu, Sri Mulyani menegaskan Kementerian Keuangan akan melakukan koordinasi bersama-sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Bank Indonesia (BI) agar eksportir dan produsen tidak terdistorsi.
Kebutuhan penukaran rupiah, pembayaran dalam bentuk valuta asing untuk kewajiban pajak, pembayaran dividen dan pengadaan barang yang tidak diproduksi di Indonesia, serta pembayaran kembali atas pinjaman eksportir dipastikan tetap aman dan tidak terganggu.
"Tidak ada alasan bahwa perusahaan kemudian karena adanya retensi 100 persen 12 bulan kemudian mengalami disrupsi dari sisi keuangan maupun kewajiban-kewajiban mereka," ujar Menkeu.
Menkeu juga menyampaikan, kebijakan tersebut tidak hanya diterapkan di Indonesia, tetapi juga dilakukan di beberapa negara di dunia.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto sebelumnya menyebut kebijakan ini dapat meningkatkan cadangan devisa hingga USD 80 miliar atau sekitar Rp1.279 triliun.
“Berbagai ketidakpastian global masih ada, seperti kebijakan ekonomi dan geopolitik dan suku bunga yang diperkirakan akan tetap tinggi di tingkat global, kemudian kita juga melihat kelemahan ekonomi China, kemudian tentu terkait dengan perubahan iklim, serta kebijakan yang lebih proteksionisme dan lebih bilateral,” kata Airlangga.
Presiden Prabowo Subianto juga menegaskan bahwa eksportir tetap diberikan keleluasaan dalam pemanfaatan dana DHE SDA di dalam negeri.
Dana tersebut bisa digunakan untuk operasional usaha, pembayaran pajak, dividen dalam mata uang asing, serta pengadaan barang dan jasa yang belum tersedia di Indonesia.
Namun, pemerintah akan memberikan sanksi tegas bagi eksportir yang tidak mematuhi kebijakan ini. Salah satu sanksinya adalah penghentian sementara layanan ekspor.
Kebijakan PP Nomor 8 Tahun 2025 itu akan mulai berlaku tanggal 1 Maret 2025. Pada implementasinya nanti, akan diterbitkan sejumlah peraturan pelaksanaan baik oleh Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (rpi)
Load more