UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Digugat ke MK, Ini Isi Gugatannya...
- ANTARA
"Bahwa upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penyidik (PPNS) dalam rangka pemeriksaan bukti permulaan, tidak dapat digugat melalui praperadilan di Pengadilan Negeri dan juga tidak dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara," paparnya.
Menurut pemohon, upaya paksa tanpa bisa digugat menunjukkan tidak adanya keseimbangan hukum dan perlindungan hak asasi manusia bagi wajib pajak yang diperiksa dalam proses pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana perpajakan.
Selain itu, tindakan penyidik PPNS itu juga berpotensi membuat adanya ketidakpastian mengenai kompetensi peradilan yang dapat menjadi tempat bagi pemohon untuk mencari keadilan apabila hak-hak pemohon dilanggar selama pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana perpajakan.
Dalam gugatan ini, pemohon meminta agar MK menyatakan frasa "pemeriksaan bukti permulaan sebelum penyidikan" Pasal 2 Angka 13 Pasal 43A ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2021 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Hal itu dapat terjadi sepanjang tidak dimaknai "pemeriksaan bukti permulaan yang merupakan bagian penyidikan" MK juga diminta menyatakan frasa "Tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan" dalam Pasal 2 Angka 13 Pasal 43A Ayat (4) UU HPP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
"hanya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat teknis-administratif dan bukan pembatasan dan/atau perluasan hak dan kewajiban warga negara" Cuaca menegaskan, hukum yang diakibatkan oleh ketidakjelasan norma dalam ketentuan Pasal 43A ayat (1) dan Ayat (4) UU HPP dalam logika penalaran yang wajar sangat berpotensi merugikan Surianingsih.
"Pemohon mengalami ketidakpastian dalam hal perlindungan hukum apabila diperiksa dalam pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana perpajakan," imbuhnya. (ito)
Load more