Komisi Informasi Sumut juga telah menyimpulkan tidak ditemukan unsur pelanggaran kode etik. Siska menilai hal ini adalah keputusan yang prematur dan memihak.
Hal-hal tersebut menunjukkan ketidakprofesionalan, ketidakcermatan dan ketidakpahaman Komisi Informasi Sumatera Utara dalam menangani pengaduan laporan dugaan pelanggaran kode etik sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Informasi No. 3 Tahun 2016.
“Dengan melihat cara-cara Komisi Informasi Sumut dalam menangani pengaduan Saudara LA sebagai Pelapor tentunya kita patut mempertanyakan keprofesionalan dan integritas Komisioner Komisi Informasi Sumut,” jelas Siska, saat dihubungi terpisah oleh wartawan.
Sebagai informasi, Tim Advokasi Dugaan Pelanggaran Etik KI Sumut adalah tim yang dibentuk oleh sejumlah aktivis perempuan dan lembaga bantuan hukum di Medan, pada 12 April, untuk mengadvokasi LA sebagai korban dugaan pelanggaran etik di Komisi Informasi Sumut. Tim ini dibentuk sebagai dukungan kepada korban (LA) agar mendapatkan proses yang berkeadilan.
Sebelumnya diberitakan, dua komisioner KI Sumut yakni SS dan CA diduga melakukan pelanggaran kode etik. Dugaan itu diketahui lantaran isteri SS, yakni LA melaporkan dugaan tersebut kepada Ketua KI Sumut pada tanggal 17 Maret 2023 yang lalu.
Selain itu, LA mengaku memiliki bukti yang kuat dan saksi atas dugaan pelangaran kode etik keduanya. LA meminta Ketua KI Sumut segera membentuk Majelis Etik untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik tersebut. Sebab, hal tersebut sudah melanggar Peraturan Komisi Informasi No 3 tahun 2016 tentang Kode Etik Anggota Komisi Informasi dan ia mengalami kerugian moril dan materil. (sgh/fhr
Load more