Pakar Hukum Ulas Lima Pokok Krusial RKUHAP di Seminar Nasional ULM Banjarmasin
- Antara
Banjarmasin, tvOnenews.com - Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Kalimantan Selatan menggelar seminar nasional yang dihadiri pakar hukum termuka dengan mengulas lima pokok krusial dalam RKUHAP di Gedung Serba Guna (GSG) ULM Banjarmasin, Rabu (26/2/2025).
"Diskusi ini mengulas lima pokok pembahasan krusial terkait revisi KUHAP, termasuk urgensi penguatan asas legalitas dalam hukum acara pidana," jelas Ketua Pelaksana Kegiatan tersebut Daddy Fahmanadie SH LLM di Banjarmasin.
Dirinya menyampaikan sejumlah pakar hukum yang menjadi narasumber pada kegiatan yang bertajuk "RKUHAP sebagai Dasar Penegakan Hukum Menurut Konstitusi" tersebut dari beberapa universitas terkemuka.
Dari ULM sendiri, yakni Guru Besar Fakultas Hukum Prof. Dr. H. M. Hadin Muhjad, S.H., Sekretaris Program Doktor Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Dr. Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H dan Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dr. Septa Candra, S.H., M.H.
"Peserta yang hadir pada seminar nasional ini sebanyak 135 orang," ujar Daddy.
Kemudian, ujar dia, pentingnya koordinasi antar lembaga penegak hukum untuk menghindari tumpang tindih wewenang. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam sistem peradilan pidana.
Selanjut, kata dia, posisi asas "Dominus Litis" yang tidak boleh dipaksakan dalam kondisi tertentu, melainkan harus selaras dengan teori subsistem peradilan pidana dan fungsi koordinasi.
"Para narasumber menekankan bahwa RKUHAP harus menjadi momentum untuk menciptakan sistem koordinasi yang jelas, efektif dan berkeadilan, sekaligus mencegah penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)," ujar Deddy.
Prof Hadin Muhjad menyampaikan, pembaharuan KUHAP melalui RUU perubahan nomor 8 tahun 2081 tentang KUHAP mendesak dilakukan untuk menjawab dinamika hukum pidana materiil pasca terbitnya KUHP 1/2023.
Dia pun menyampaikan beberapa poin kritis, yakni penghapusan tahap penyelidikan dalam RUU KUHAP berpotensi mengurangi akuntabilitas dan mengabaikan prinsip checks and balances, terutama karena tahap ini berperan memastikan indikasi awal tindak pidana sebelum penyidikan.
Kemudian, kata dia, UUD 1945 mengamanatkan kepolisian sebagai penegak hukum utama. Pengurangan kewenangan Polri dalam penyidikan bertentangan dengan mandat konstitusi dan perlu dihindari.
Menurut Hadin, diperlukan mekanisme "checks and balances" yang jelas antara Penyidik (Polri) dan Penuntut Umum (Kejaksaan).
Load more