"Para narasumber menekankan bahwa RKUHAP harus menjadi momentum untuk menciptakan sistem koordinasi yang jelas, efektif dan berkeadilan, sekaligus mencegah penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)," ujar Deddy.
Prof Hadin Muhjad menyampaikan, pembaharuan KUHAP melalui RUU perubahan nomor 8 tahun 2081 tentang KUHAP mendesak dilakukan untuk menjawab dinamika hukum pidana materiil pasca terbitnya KUHP 1/2023.
Dia pun menyampaikan beberapa poin kritis, yakni penghapusan tahap penyelidikan dalam RUU KUHAP berpotensi mengurangi akuntabilitas dan mengabaikan prinsip checks and balances, terutama karena tahap ini berperan memastikan indikasi awal tindak pidana sebelum penyidikan.
Kemudian, kata dia, UUD 1945 mengamanatkan kepolisian sebagai penegak hukum utama. Pengurangan kewenangan Polri dalam penyidikan bertentangan dengan mandat konstitusi dan perlu dihindari.
Menurut Hadin, diperlukan mekanisme "checks and balances" yang jelas antara Penyidik (Polri) dan Penuntut Umum (Kejaksaan).
"Kejaksaan sebaiknya berperan sebagai quality control tanpa intervensi langsung, kecuali pada kasus khusus sesuai UU," ujarnya.
Dia pun berpendapat, KUHAP baru wajib menjadi payung hukum yang koheren, menghindari tumpang tindih dengan UU sektoral, serta menjunjung prinsip demokrasi, transparansi dan perlindungan martabat manusia.
Load more