Ambon, tvOnenews.com - Tradisi mengambil cacing laut tahunan atau dikenal dengan 'Timba Laor' masih terus
dilakukan masyarakat pesisir Ambon sampai saat ini. Peminatnya bukan saja dari kalangan masayarakat sekitar tapi juga dari berbagai tempat pun turut hadir dalam tradisi ini.
“Saya dari Amahusu, saya tau ada ini dari orang tua yang paham perhitungan bulan. Biasanya Laor ini
muncul di tanggal 9 Maret, tapi tanggal 9 saya datang ternyata masih belum naik karena ombak, jadi
saya balik lagi tanggal 10 malam dan ternyata sangat banyak, berbeda dengan kemarin, hari ini
pengunjungnya juga sangat banyak,” ungkap Elis Lekatompesy ( pencari Laor).
Ada yang datang untuk melihat aktifitas warga menangkap Laor, ada juga yang justru ikut terjun
langsung merasakan sensasi menangkap cacing laut yang hanya muncul dan bisa ditemui satu tahun
sekali .
seperti Maret tahun ini, ratusan orang rela datang ke beberapa tempat seperti Rutong, Hukurila, yang
berada di kecamatan Leitimur Selatan dan pantai Airlow serta Latuhalat, yang menjadi kawasan
timbulnya Laor, sekaligus lokasi di mana tradisi Timba Laor ini dilakukan.
Karena hanya terjadi sekali dalam setahun, tradisi ini pun menarik banyak antusias warga untuk
menyaksikan dan menikmati kemunculan Laor tersebut.
“Banyak yang antusias karena ini hanya terjadi satu tahun sekali, ada yang ambil untuk dijual ada juga
yang untuk konsumsi sendiri, kalau saya untuk konsumsi sendiri saja bersama keluarga, semoga saya
bisa mendapatkan Laor yang banyak,” imbuh Elis.
Dalam proses mengambil Laor, warga harus membawa beberapa peralatan seperti seru untuk menjaring
Laor, ember dan obor. Cara manual tersebut dilakukan agar Laor tidak rusak saat diambil.
“Kita pakai obor dan seru untuk mengambil Laornya, waktu kita nyalakan obor di atas air nanti Laor itu
akan mengikuti cahaya, nah waktu itu barulah kita bisa tangkap Laor nya pakai seru,” kata Andi Madusa
(pencari Laor).
Tradisi Timba Laor diikuti oleh semua kalangan mulai dari orang tua, remaja hingga anak-anak, baik pria
maupun wanita.
“Datang dengan keluarga, hanya ingin senang-senang saja liat orang-orang ramai ambil Laor, seneng bisa
liat tradisi timba Laor karena hanya ada satu tahun sekali, sekalian bermain juga,” ujar Dini Kauri,salah seorang pengunjung.
Timba Laor sendiri dilakukan berdasarkan siklus perhitungan bulan dan matahari yang terjadi pada bulan
Maret, pada kawasan terumbu karang yang masih asri.
Pada waktu tersebut Laor yang sebelumnya tinggal di celah batu karang, muncul secara bersamaan ke
permukaan air yang dangkal.
Momen inilah yang kemudian mendatangkan rezeki tersendiri bagi warga untuk mengambilnya dan
dijadikan santapan lezat nan langka, sekaligus menjadi awal munculnya tradisi timba Laor pada
masyarakat pesisir ambon sejak ratusan tahun lalu.
Jika di Nusa Tenggara Barat, penangkapan Laor atau yang dikenal masayarakat lombok sebagai Bau
Nyale, bisa dilakukan dua kali dalam setahun.
Di Maluku khusunya pesisir Ambon hal tersebut hanya bisa dilakukan sekali dalam setahun, yakni pada waktu utama, ditanggal 9 dan 10 minggu kedua di bulan Maret setelah tenggelamnya matahari dan akan kembali menghilang saat munculnya cahaya bulan.
Laor atau cacing laut ini diketahui memiliki 3x kandungan protein dibanding protein ikan, serta memiliki
kandungan lain seperti vitamin b12, sehingga sangat layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat.(sut/ask)
Load more