"Jadi, masing-masing sekolah itu beli langsung melalui E-Katalog dalam hal ini SIPLah. Mereka yang membelikan. Dinas Pendidikan cuma menekankan untuk absensi menggunakan fingerface, karena pakai finger print pada waktu sudah banyak yang rusak," tambah Sopingi.
"Akhirnya masing- masing sekolah beli fingerdace, namun, sebagian beli sebagian tidak, seperti di wilangan dan Ngluyu mereka tidak beli," jelas Sopingi.
Setelah terealisasi, akan disambungkan dengan BKSDM. Karena menyambungkan begitu banyak, jadi tidak mampu. Menurut Sopingi harus ada servernya, prosesnya tidak mudah, servernya harus besar. Sementara akhirnya hanya pada masing-masing sekolah saja.
Beberapa kepala sekolah yang menerima perangkat ini menyatakan bahwa sistem presensi digital sangat membantu dalam manajemen sekolah. Salah satu kepala sekolah mengungkapkan bahwa dengan adanya fingerprint dan fingerface, pelaporan kehadiran menjadi lebih efektif dan tidak mudah dimanipulasi.
Sementara Kepala SDN 1 Jatigreges Yunita Kristanti, menyampaikan, bahwa alat fingerface untuk meningkatkan kedisiplinan guru di sekolah dengan adanya pengadaan alat absensi, dampaknya terlihat, meningkat sampai 95 persen.
Yunita menyebut untuk pengadaannya, secara bersama-sama, Ia mengaku, jujur saya sendiri sebagai kepala sekolah itu juga kurang begitu paham ITE, jika nanti jika pengadaannya, misal mau membeli sendiri alat-alat misalkan takutnya ada yang rusak-rusaknya dan lain-lain.
"Kalau belinya tidak sama dengan yang lain, kita kalanh kabut, akhirnya kita bersama-sama untuk membeli alat absensi,"ujar Yunita.
Load more