"Kita ada titik krusial yang harus lakukan pencegahan yaitu perbatasan antara Indonesia dan Thailand ada di ujung Pulau Sumatra. Ada beberapa kasus transitment yang yang datang dari antara perairan Andaman-Nicobar perbatasan antara Indonesia dan India, terus ada kapal-kapal nelayan dari Indonesia maupun Vietnam yang sudah mengambil narkobanya dari kapal besar ke kapal kecil," katanya.
Pada momentum pertemuan tersebut, Irianto mengatakan, Indonesia dan negara yang dijuluki Negeri Gajah putih itu sepakat merancang patroli bersama di wilayah perairan laut karena adanya potensi peningkatan narkotika melalui wilayah laut meskipun secara frekuensi angka prevalensi narkotika di Indonesia sedikit agak menurun pada tahun ini.
Ketika ditanya terkait konflik kepentingan antara kedua negara terutama dalam penindakan masalah narkotika jenis ganja, dimana Thailand telah melegalisasi ganja sedangkan Indonesia dengan tegas menolak legalisasi ganja seperti yang termaktub dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961, UN Single Convention on Narcotic and Drugs Tahun 1961, Irianto menjelaskan, legislasi ganja di Thailand mesti dipahami secara mendalam.
"Tidak ada terminologi legalisasi di Thailand, jadi merupakan pembatasan bahwa tidak semuanya orang boleh pakai. Tadi dijelaskan sendiri dari pihak Thailand bahwa tidak ada terminologi legalisasi, yang ada pembatasan. Untuk keperluan pengobatan pun terbatas. Tidak ada legalisasi ganja," katanya.
Karena itu, kerja sama tersebut dipandang starategis menguntungkan kedua negara dan tidak menimbulkan konflik dalam penindakan peredaran gelap narkota jaringan golden triangle.
"Ada satu titik di Thailand yang berbatasan dengan negara lain, yaitu dengan Laos kemudian dengan Myanmar, untuk kegiatan ini ada Operation Delta Mekong jadi mereka juga melakukan usaha-usaha bersama, karena mereka yang berbatasan langsung. Kita hanya berbicara terkait dengan hal-hal yang bisa dilakukan bersama antara dua negara," kata Irianto. (asi/far)
Load more