Jakarta, tvOnenews.com - Maraknya penggunaan gawai dan media sosial oleh anak-anak kembali menjadi sorotan.
Para pakar dan pemerhati anak menekankan pentingnya literasi digital, pengawasan orang tua, hingga regulasi yang lebih tegas agar generasi muda tidak terjebak dalam risiko dunia maya.
Ketua Indonesia Cyber Security Forum, Ardi Sutedja mengatakan internet sebagai hutan belantara penuh predator yang tidak sepenuhnya dipahami oleh masyarakat.
Menurutnya, orang tua di masa lalu selalu mengingatkan anak untuk tidak berbicara dengan orang asing, namun pengawasan serupa kini sering diabaikan di dunia digital.
Tidak hanya itu, wacana pembatasan usia penggunaan media sosial, seperti yang dilakukan Australia dengan melarang anak di bawah 16 tahun memiliki akun dipertimbangkan.
Sosiolog UNJ, Yuanita Apriliandini menyatakan pembatasan Gadget saja tidak cukup. Soal usia ideal, ia menyebutkan remaja yang sudah memiliki KTP dinilai lebih matang secara emosional untuk menggunakan gawai secara mandiri.
Meski begitu, penggunaan aplikasi berbasis edukasi sejak dini tetap diperbolehkan dengan pendampingan.
Ketua Kpai Margaret Aliyatul Maimunah juga menekankan pentingnya peran orang tua.
Gadget sering dijadikan pengganti pengasuhan. Padahal orang tua harus lebih dulu menyeleksi konten, game, atau aplikasi sebelum diberikan ke anak.
Padahal menurut Margaret, anak-anak juga memiliki hak menyuarakan pendapat, sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak.
Mereka boleh mengekspresikan keresahan, termasuk melalui unjuk rasa, tetapi tetap harus dalam koridor hukum dan tanpa anarkisme.
Media sosial, menurut para narasumber, bisa menjadi sarana alternatif untuk menyampaikan kritik atau aspirasi dengan bijak.