Sumur Rakyat dan Kemandirian Energi
- Antara
Sumur rakyat yang merupakan praktik pengeboran minyak oleh masyarakat di sejumlah daerah adalah fakta sosial sekaligus fakta ekonomi. Kehadirannya menunjukkan bahwa energi bukan hanya urusan korporasi raksasa dan platform migas internasional, tetapi juga terkait langsung dengan dapur, sekolah, dan penghidupan keluarga di sekitar wilayah operasi. Energi minyak telah menjadi instrumen geopolitik dan geoekonomi, namun di tingkat lokal, ia adalah penopang ekonomi rumah tangga. Bahkan dengan adanya sumur rakyat, tingkat pengangguran dan kejahatan turun mendekati 0% di beberapa daerah. Kebijakan publik yang menutup mata terhadap sumur rakyat sama saja membiarkan potensi energi dan ekonomi rakyat tersia-siakan.
Dalam perspektif teori sistem David Easton, kebijakan publik adalah cara negara mengalokasikan nilai dan sumber daya di masyarakat. Jika demikian, maka pengaturan sumur rakyat tidak boleh semata-mata berangkat dari kecurigaan dan pendekatan represif, tetapi dari pengakuan bahwa mereka adalah bagian dari subjek kebijakan. Regulasi yang kini mulai menyentuh sumur rakyat, termasuk kerja sama dengan PT Batanghari Sinar Energi, patut dibaca sebagai langkah maju. Namun langkah maju ini hanya berarti jika dilanjutkan dengan desain kelembagaan dan pengawasan yang berpihak pada pemberdayaan, bukan sekadar penertiban administratif. Dalam visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, swasembada energi ditempatkan sebagai salah satu prioritas utama. Indonesia dituntut untuk mampu memenuhi kebutuhan energinya sendiri dengan mengoptimalkan seluruh potensi, baik energi fosil maupun energi baru dan terbarukan. Pengembangan bioetanol, diversifikasi energi, dan efisiensi konsumsi hanyalah satu sisi dari mata uang, sisi lainnya adalah bagaimana negara mengelola sumber daya fosil yang tersisa secara cerdas dan inklusif. Di titik inilah sumur rakyat seharusnya mendapat tempat.
Data konsumsi minyak sekitar 1,6 juta barel per hari, sementara produksi hanya sekitar 600 ribu barel per hari, menunjukkan adanya defisit hampir 1 juta barel yang harus ditutup dengan impor. Berbagai analisis energi juga memperkirakan bahwa porsi migas masih akan mendominasi bauran energi Indonesia hingga beberapa dekade ke depan. Menghadapi kenyataan ini, menyingkirkan sumur rakyat dari ruang kebijakan sama saja dengan menutup satu pintu potensial untuk mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat ketahanan energi nasional.
Load more