Syafruddin Kambo: Perginya Sang Pemimpin Umat
- tim tvonenews.com
IKUT mengantarkan mantan Wakapolri Komjen (P) Pol Syafruddin Kambo ke peristirahatan terakhirnya di Taman Makam Pahlawan, saya sempatkan diri menatap satu persatu wajah wajah pelayat yang tumplek blek di sekitar pusara almarhum. Mereka yang hadir datang dari berbagai disiplin profesi, ada ulama internasional dan Indonesia, tokoh agama, polisi, tentara, akademisi, birokrat, ustadz, santri, hingga marbot masjid.
Kata orang, kita tak bisa merencanakan siapa yang bakal datang pada pemakaman kita, melihat ratusan orang khusuk melepas tokoh umat ini, saya merasa almarhum memang tidak hanya “orang baik”, tapi juga tergolong tokoh penting, pemimpin umat multi dimensi.
Tak banyak memang perwira polisi bisa terus berkiprah di tingkat nasional, justru setelah paripurna. Syafruddin Kambo sedikit di antaranya. Kita tahu, Pak Syaf, demikian saya biasa menyapa Syafruddin, pernah bertugas sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Syafruddin menjabat selama sekitar setahun sebelum Presiden melanjutkan periode kedua pemerintahannya pada 2019.
Namun saya kira, sumbangan terbesar Syafruddin bukan di lingkungan birokrasi, tapi justru di ormas keagamaan. Kebetulan saya terlibat cukup dekat, melihat langsung peran kuncinya di ormas Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan tak lama kemudian juga mendirikan Assalam Fil Alamin (ASFA) Foundation.
- Ist
Dalam banyak kesempatan—secara formal maupun ngobrol santai—Pak Syaf-lah yang mengingatkan saya untuk jangan pernah lelah membangun masjid. Saya cukup tahu alasannya. Bagi Syafruddin masjid adalah sentral kegiatan umat, ia poros aktivitas warga. Jika ada masjid yang makmur dan terawat di sekitar warga masyarakat, kehidupan rakyat sekitarnya pasti akan lebih berkualitas.
Dorongan inilah yang membuat saya bisa membangun dan merenovasi 6 masjid di berbagai tempat. Yang mengharukan, Pak Syaf selalu mau membantu baik moral maupun material setiap saya membutuhkan bantuan. Ia datang meresmikan masjid yang kami bangun di mana saja. Termasuk meresmikan masjid di kampung tempat saya dilahirkan, masjid yang sangat bermakna bagi saya, keluarga dan juga masyarakat sekitar, karena namanya diambil dari nama belakang ayah saya, Barokatul Muslimin.
Setelah bergaul cukup rapat, bagi saya sumbangan terbesar Syafruddin adalah di lapangan pendidikan dan keagamaan. Bagi Syafruddin pendidikan adalah poros peradaban bangsa. Jalan pikirannya sangat jelas, cara untuk memperkuat bangsa adalah dengan membenahi terus menerus bidang pendidikan. Ia mendirikan ASFA Foundation yang dari namanya saja kita tahu diniatkan untuk menebar rahmat Islam ke alam semesta. Syafruddin sangat getol mengurusi berbagai kerja sama pendidikan dengan bangsa lain yang pendidikannya dianggap jauh lebih maju.
- Ist
Ia juga sesungguhnya seorang diplomat yang lihai. Cara Pak Syaf untuk membangun kerja sama dengan pendekatan keagamaan bagi saya sulit ditandingi. Ia misalnya, pernah mengajak sejumlah ulama dan cendikia, termasuk saya di dalamnya, mengunjungi China dan melihat kehidupan agama warga Uighur di perbatasan. Anehnya setelah kunjungi ke kaum Uighur yang sesungguhnya “sensitive” bagi pemerintahan China, setelahnya kerja sama pendidikan dengan otoritas politik dan keagamaan di negeri Tirai Bambu justru terbuka lebar. Saya kira Pak Syaf-lah yang membuka kebekuan diplomasi Indonesia-China dengan kejeliannya memasukan pendekatan keagamaan.
Mimpinya Syafruddin untuk memajukan pendidikan di Indonesia sangat besar. Dengan ASFA Foundation ia mencita-citakan melahirkan 1000 dokter, 5000 sarjana, 2000 master dan 200 dokter pesantren. “Bunga bunga bangsa ini harus berasal dari rahim keumatan, dari pesantren, lembaga pendidikan Islam, masjid hingga ormas Islam,” kata Pak Syaf pada suatu hari. Kenapa harus lahir dari rahim umat? Ternyata jawabnya berkaca dari sejarah.
Pada saya, Syafruddin seringkali menceritakan pemimpin pemimpin hebat umumnya berasal dari kawah candradimuka lembaga pendidikan Islam.
- Ist
Dengan fasih ia menyebut HOS Tjokroaminoto [1882-1934] yang merupakan jebolan Pesantren Tegalsari Ponorogo, K.H. Ahmad Dahlan [1868-1923] merupakan alumni pesantren yang diasuh K.H. Sholeh Darat [abad ke-19] Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari [1871-1947] merupakan lulusan sejumlah pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan Bung Karno pun mendapatkan penguatan tentang keislaman dan kebangsaan dari sejumlah lembaga pendidikan Islam yang dikelola Muhammadiyah pada 1930 di Bengkulu. Masih banyak lagi tokoh pendiri dan pembangun bangsa yang merupakan jebolan lembaga pendidikan Islam.
Yang juga bagi saya pikirannya jernih adalah, Bagi Syafruddin, semua peraih beasiswa harus kembali lagi pada lembaga tempat ia menuntut ilmu sebelumnya. Setelah menimba ilmu di negeri orang, siswa harus kembali memperkuat lembaga pendidikan di negaranya. Karena bangsa yang kuat adalah bangsa yang memiliki lembaga pendidikan bermutu. Tak heran jika program ASFA Foundation juga banyak menggagas wakaf produktif di bidang pendidikan.
Tak banyak gembar gembor menyuarakan Indonesia Emas 2045, sebenarnya Syafruddin telah menyongsong zaman kejayaan Republik itu. Agaknya Indonesia Emas bagi Syafruddin bukanlah hanya retorika atau simbolik belaka, tapi cita-cita yang harus diperjuangkan. Masa depan itu bukan nanti, tapi sekarang. Tentu saja lewat ratusan pemuda yang ia gembleng untuk menguasai berbagai macam ilmu agama dan ilmu modern.
- Ist
Baginya tak ada perbedaan antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Keduanya merupakan satu helaan nafas. Siswa yang terdidik secara ilmu pengetahuan Barat juga harus menguasai akar agama yang ia anut. Tak heran baik di ASFA Foundation maupun Dewan Masjid Indonesia, program unggulannya selalu terdapat pemberantasan buta aksara Al Quran. “Umat Islam harus bisa membaca kitab sucinya seperti yang dituntunkan oleh Nabi,” ujar Syafruddin suatu kali soal keterlibatannya di pemberantasan buta aksara Al Quran.
Tokoh multidimensi itu kini telah tiada. Saya terpekur mengenang semua peninggalan beliau ketika mendapat kabar orang yang sungguh saya hormati, Syafruddin menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Pusat Pertamina setelah sebelumnya mengeluhkan sesak nafas.
Seperti film lama yang diputar ulang, semua kenangan bersama beliau tiba tiba seperti ditayangkan kembali. Saya kembali ingat bagaimana ia selalu menyempatkan diri mengunjungi masjid masjid tua dan bersejarah di berbagai negara. Berziarah ke makam makam ulama setempat. Semua itu kini jadi kenangan pribadi yang bermakna bagi saya. Semoga kita bisa melanjutkan semua mimpi dan cita-citanya Pak Syafruddin Kambo, Selamat Jalan Pemimpin Umat. Ecep Suwardaniyasa Muslimin
Load more