(Aldi Taher, selebritis yang kini menjadi calon anggota legislatif. Sumber: ANTARA)
Video rekaman wawancaranya ditonton jutaan orang. Ia ramai ditanggap pada banyak acara. Ia tampil polos, apa adanya, justru karena itu ia ditertawakan bersama sama.
Barangkali publik merasa mendapatkan hiburan segar, sebuah komedi hitam, sarkasme, mungkin juga satir yang tajam pada dunia politik saat ini —sayangnya terasa pahit bagi demokrasi Indonesia.
Betapa politik, dunia ide dan gagasan itu, kini terasa semakin jatuh ke dalam kubangan. Praktik pragmatisme tak hanya monopoli Aldi, namun dengan telanjang diperagakan dalam semua produk politik kepartaian (koalisi, politik pilkada, perebutan jabatan jabatan publik dalam birokrasi) dewasa ini.
Pada akhirnya rakyat dengan cepat paham, ketika jual beli terjadi di semua lembaga politik modern, kenapa kami tak boleh melakukannya pada hulunya: saat pemberian suara di pemilu?
Yang terjadi saat ini adalah oportunisme politik dalam bentuknya yang paling banal. Jusuf Kalla pernah menyebut untuk berlaga sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar saja, seorang calon harus menyiapkan uang minimal Rp 500 miliar.
(Wakil Presiden RI Ke-10 dan Ke-12, Jusuf Kalla. Sumber: ANTARA)
Kita tentu percaya Jusuf Kalla. Ia pernah menjadi Wakil Presiden hingga dua kali dan pernah memimpin Partai Beringin itu.
Lalu bagaimana untuk menjadi anggota DPR? Biaya politiknya juga terus meroket. Jika dulu cukup ratusan juta rupiah kini hingga miliaran rupiah. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar menyebut untuk lolos ke Senayan, Caleg di Jakarta harus keluar uang hingga Rp 40 miliar rupiah. Fantastis, sekaligus absurd.
Load more